Minggu, 17 Juli 2011

RIBA

A. pengertian Riba

“Pengertian ribâ secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud ribâ dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali ke-sempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.

Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya, hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung bisa juga rugi. Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah. Di antaranya:

1. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali: “Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang ribâ beliau menjawab: Sesungguhnya ribâ itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan.”

2. Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi: “Ribâ adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”

3. . Imam An-Nawawi dari mazhab Syafi’i: Dari penjelasan Imam Nawawi di atas sangat jelas bahwa salah satu bentuk ribâ yang dilarang al-Qur’an dan As Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.

B. Macam-Macam Riba

Secara garis besar ribâ dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah ribâ hutang-piutang dan ribâ jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi ribâ qardh dan ribâ yâdd. Sedangkan kelompok kedua, ribâ jual-beli, terbagi menjadi ribâ fadhl dan ribâ nasi’ah.

1. Ribâ Qardh adalah praktek ribâ dengan cara meminjamkan uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan/keuntungan bagi pihak pemberi utang.

2. Ribâ Yâdd adalah praktek ribâ yang dilakukan oleh pihak yang peminjam yang meminjamkan uang/barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima barang (aqad timbang terima). Munculnya ribâ dalam keadaan ini adalah karena dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan.

3. Ribâ Fadhl adalah praktek ribâ dalam bentuk menukarkan barang yang sejenis tetapi tidak sama keadaanya atau menukar barang yang sejenis tetapi saling berbeda nilainya.

4. Ribâ Nasi’ah adalah praktek ribâ memberikan hutangan kepada orang lain dengan tempo yang jika terlambat mengembalikan akan dinaikkan jumlah/nilainya sebagai tambahan atau sanksi.

Mengenai pembagian dan jenis-jenis ribâ, berkata Imam Ibnu Hajar al-Haitsami: “Bahwa ribâ itu terdiri dari tiga jenis, yaitu ribâ fadhl, ribâ al-yâdd, dan ribâ an-nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu ribâ al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al-Qur’an dan hadits Nabi.”

Para ahli fiqh Islam telah membahas masalah ribâ dan jenis barang ribâwi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribâwi meliputi:

1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

2. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribâwi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jual-beli antara barang-barang ribâwi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserahkan ketika tukar-menukar.

2. Jual beli antara barang-barang ribâwi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.
3. Jual-beli barang ribâwi dengan yang bukan ribâwi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

C. Hukum Riba
Seperti yang sudah disinggung di depan bahwasannya riba adalah sesuatu yang haram hukumnya dengan firman-firman Allah ta’ala dan sabda Rasulullah SAW:
Firman Allah Ta'ala:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali-Imran:130)
.
Sabda Rasulullah shalallahu’alai hi wassalam,
“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya).”
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih berat dosanya daripada 36 berbuat zina.” (diriwayatkan Ahmad dengan Sanad Shahih)
Maka jelaslah bagi kita dengan menjadikan dalil-dalil di atas sebagai hujjah / sebagai landasan dalam pengharaman riba. Allah dan Rasul-Nya telah apa yang dinamakan dengan riba merigharamkan.
Riba diharamkan karena riba sangat berbahaya bagi kehidupan perekonomian, baik perekonomian masyarakat, negara, bahkan dunia ini, karena akan mematikan potensi-potensi masyarakat, memacetkan segala proyek-proyek pembangunandan perindustrian yang bermanfaat bagi orang banyak.

Bahkan didalam firman-Nya Allah mengatakan dalam surat Al-¬Baqarah 275, bahwasannya bagi orang-orang yang memakan (mengambil) riba maka tanda-tanda mereka di hari kiamat mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila.
Maksudnya ialah: Allah menyuburkan di dalam perut orang yang makan riba dari apa yang diamakannya menjadi berat, dan menjadi penyakit gila, dia bangkit kemudian jatuh lagi demikian itu tanda-tanda pada hari kiamat.

D. Larangan Ribâ Dalam al-Qur’an Dan as-Sunnah

Ummat Islam dilarang mengambil ribâ apa pun jenisnya. Larangan supaya ummat Islam tidak melibatkan diri dengan ribâ bersumber dari berbagai surat dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamannya, sebab hal ini telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, Ijma’ (konsensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.

1. Larangan Ribâ Dalam al-Qur’an

Larangan ribâ yang terdapat dalam al-Qur’an tidak ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman ribâ yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. Ayat ini diturunkan di Mekkah, tetapi ia tidak menunjukkan isyarat apapun mengenai pengharaman ribâ. Yang ada hanyalah kebencian Allah terhadap ribâ, sekaligus peringatan supaya berhenti dari aktivitas ribâ.

Dan sesuatu ribâ (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka ribâ itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). (Qs. Ar-Rûm [30]: 39).

Tahap kedua, ribâ digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan ribâ.

Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan ribâ, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (Qs. An-Nisâ’ [4]: 160-161).

Tahap ketiga, ribâ diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan ribâ dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Qs. Ali-Imran [3]: 130).

Dengan turunnya ayat ini, maka ribâ telah diharamkan secara menyeluruh. Tidak lagi membedakan banyak maupun sedikit. Ayat ini dan tiga ayat ribâ berikutnya sekaligus merupakan ayat tentang hukum yang terakhir. Bagi kaum muslimin saat ini, maka hukum yang berlaku adalah hukum pada ayat yang terakhir, yang telah menasakhkan hukum ribâ pada ayat-ayat sebelumnya. Juga, ayat diatas tadi menjelaskan bahwasannya ribâ telah diharamkan dalam segala bentuknya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai keharamannya. Sebab, hal ini telah ditetapkan berdasarkan Kitab Allah, Sunnah Rasul dan Ijma’ sahabat, termasuk madzhab yang empat

2. Larangan Ribâ Dalam Hadits
Pelarangan ribâ dalam Islam tak hanya merujuk pada al-Qur’an melainkan juga al-Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui al-Qu’ran, pelarangan ribâ dalam hadits lebih terinci.

Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah SAW masih menekankan sikap Islam yang melarang ribâ.

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil ribâ, oleh karena itu hutang akibat ribâ harus di-hapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah ribâ. Di antaranya adalah:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berkata, “Pada malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan ribâ.”

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi SAW bersabda: “Ribâ itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat petunjuk dariNya. (Mereka itu adalah) Peminum arak, pemakan ribâ, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang tidak bertanggung jawab/menelantarkan ibu bapaknya.

E. Alasan Pembenaran Pengambilan Riba

Meskipun sudah jelas Al-Qur’an maunpun As-Sunnah yang secara tegas menyatakan keharaman riba, namun masih saja beberapa cendekiawan yang mencoba pembenaran atas pengambilan bunga uang, diantaranya:

1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya

Alasan darurat haruslah melalui pertimbangan yang komprehensif seperti sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah dan bukan istilah darurat menurut pengertian sehari-hari. Menurut Imam Suyuti, darurat adalah suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak segera melakukan tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.

2. Hanya bunga yang berlihat ganda saja dilarang. Sedangkan suku bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan.

Pendapat bahwa riba hanya jika berlipat ganda dan memberatkan, terjadi karena adanya kekeliruan dalam menafsirkan ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu pada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran: 130).

Secara sepintas, seakan-akan hanya yang berlipat dan memberatkan, namun apabila pemahamannya dikaitkan dengan ayat yang lain dan memperhatikan tahapan pemahaman riba, maka dapat disimpulkan bahwa segala jenis riba diharamkan.

3. Bank sebagai Lembaga, tidak termasuk ke dalam mukallaf. Sehingga tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu: untuk menghindari riba ini, kemudian sebagian orang Islam mendirikan bank tanpa bunga, yang dalam hal ini disebut bank Islam. Seperti halnya bank konvensional, bank Islam mengarahkan perhatian pada “kerjasama dan bagi hasil”, yang dituangkan dalam bentuk profif dan loss sharing (mudarabah dalam fiqih Mu’amalah) yaitu untung dan rugi dirasakan bersama. Tetapi dalam hak tertentu, bank Islam boleh menjanjikan pemberian keuntungan yang lebih besar kepada peminjam daripada suku bunga yang berlaku di bank pada umumnya, dan menjanjikan pemungutan keuntungan kepada peminjam lebih kecil daripada suku bunga tersebut. Terhadap hal tersebut tidak seluruh pendukung bank Islam menerimanya, sebab dipandang bertentangan dengan prinsip mudharabah


DAFTAR PUSTAKA

Ahim Abdurrahim, Diktat Ekonomi Islam, UPFE, Yogyakarta.

Muh. Zuhri Dr., Riba dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilikan Antisipatif), Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997.

http//www.Google.Com.Riba dalam Pandangan Islam.

1 komentar:

  1. Casinos Near Casino, Atlantic City - Mapyro
    Find Casinos Near Casino, Atlantic City, NJ 오산 출장마사지 near 제주도 출장안마 Casino, including 인천광역 출장마사지 the 문경 출장샵 address, telephone number, map, gaming tables, entertainment 김해 출장안마 venues,

    BalasHapus