Minggu, 17 Juli 2011

Sejarah Khulafaur Rasyidin

A. Masa Abu Bakar ra. ( 11-13 H / 632-634 M)

Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria. Salah satu hal monumental pada era Abu Bakar ra adalah pengumpulan mushaf al Quran dari para sahabat-sahabat yang lain, yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit ra.

B. Masa Umar Ibn Khatab ra. (13-23 H / 634-644 M)

Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh “tangan kanan”nya, Umar ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihandan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orangyang beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang,dan menciptakan tahun hijrah.
Salah satu hal yang monumental pada era sayidina Umar ra adalah mengenai sholat tarawih. Berikut salah satu riwayatnya, yang menjadi pegangan umat islam di seluruh dunia sampai saat ini. Diriwayatkan oleh Yazid Ibn Khusayfah dari Sâib Ibn Yazîd bahwa semua orang mengerjakan sholat tarawih 20 rakaat dalam bulan ramadlan padamasa khalifah Umar Ibn Khatab ra. (Baihaqi dalam As Sunaul Kubra, vol.2 hal 496)
Peganglah kuat-kuat sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin.(Abu Dawud vol 2 hal 635, Tirmidzi vol 2 hal 108, Sunan Darimi vol 1 hal 43 dan Ibn Majah hal 5). Umar ra memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibnAbi Waqqash, Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.

C. Masa Utsman Ibn ‘Afan ra. ( 23-35 H / 644-655 M)

Di masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi.Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Penulisan Al Quran dilakukan kembali pada masa sayidina Utsman ra. Ini terjadi pada tahun 25 H. Dan al Quran yang kita pegang saat ini adalah mushaf Utsman.

D. Masa Ali Ibn Abi Thalib kwh. ( 35-40 H / 655-660 M)

Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut) Ali, dan al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij

DAFTAR PUSTAKA

 Bastoni, Hepi Andi. Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2008.
 Al-Husairy, Ahmad. Sejarah Islam (Sejak nabi Adam hingga abad xx), Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
 Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang,1979.

Publik Relations dan Opini Publik

PR (PUBLIC RELATION) adalah esensial dari suatu seni berkomunikasi untuk menciptakan kepercayaan public yang lebih baik dan terpercaya. Sedangkan opini public adalah anggapan suatu kelompok dimana kebenaranyya masih sangat relefan dan tidak terkait oleh sebuah patokan, dalam artian tidak semua opini public itu memiliki kebenarn yang mutlak. PR (public relations) dan opini public memiliki keterkaitan yang hampir tidak bisa dipisahkan. Kedua hal ini memang berbeda namun masih terkait antara satu sama lain, dimana bila public relation tidak adanya opini public maka PR ini tidak ada fungsinya, namun sebaliknya bila opini public tidak didampingi oleh PR maka semua akan kacau.
Oleh karena itu dalam kesemaptan ini kami berusaha memperkenalkan kembali apa itu PR dan apa itu opini publik lalu keterkaitan antar keduannya. Tujuan dan fungsi kami menyajikan makalah ini adalah agar kita paham betul tentang urgensi mempelajari masalah ini. Terimakasih saya terhadap bapak sufi selaku dosen pembimbing makalah ini dan juga kepada kawan-kawan yang telah ikit berpartisipasi, semoga kita mendapat ilmu yang bermanfaat dalam makalah kali ini.

BAB I
PUBLIC RELATIONS

a. Pengertian.
IVF LEE adalah sosok the father of public relations yang sangat besar jasanya dalam perkembanggerakan PR pertamakali. Namun dalm masa perkembangan berikutnya banyak lahir tokoh yang berpartisipasi dalam bidang keilmuan ini,

 Edward Bernays
PR adalah usaha menghibur,menenagkan,bahkan terkadang sedikit menipu agar orang lain merasa nyaman, namun bukan hanya personal saja PR juga didefinisikan sebagai manajeman bagi pemimpin bisnis dan bahkan institusi lainuntuk membangun sebuah hubungan yang bermanfaat.

 PR adalah upaya yang sengaja, direncanakan, dan dilakukan terus menerus untuk membangun dan menjaga adanya saling pengertian antar organisasi dengan publiknya.

 Menurut Denny Griswold, uitgever van Public Relations News PR adalah

1. Fungsi manajemen yang mengevaluasi perilaku publik,
2. mengidentifikasi kebijakan dan prosedur organisasi dengan interes publik
3. dan melaksanakan program tindakan (komunikasi) untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian publik

Jadi dari beberapa pengertian ini dapat kita simpulkan bahwa public relations adalah :ajakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap opang lain tanpa paksaan untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan bukan saling merugikan.

b. Para Tokoh

a) Benjamin senneberg
b) Rex halow
c) Arthur page
d) Paul w.garrett
e) Earl newsom
f) Leone baxter
g) Clam whitaker

c. Sejarah PR

 Abad ke-19: PR di AS dan Eropa merupakan program studi mandiri, berdasar pada perkembangan IPTEK
 1865-1945: public dianggap bodohàdiberi informasiàdididikàdihargai
 1925: NY, PR sebagai Pendidikan Tinggi- resmi
 1928: Belanda, memasuki Pendidikan Tinggi, di fakultas, minimal sebagai mata kuliah wajib, ada kursus-kursus bermutu
 1945-1968 : publik mulai terbuka dan banyak mengetahui
 1968 : di Belanda berkembang ke arah ilmiah; NY berkebang ke arah bisnis
 1968-1979: Public dikembangkan ke berbagai bidang
 1979-1990: profesional/Internasional memasuk globalisasi (mental dan kualitas
 1990 – sekarang:Perubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap, dan pola perilaku secara nasional/internasional untuk Membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasionalSaling belajar di bidang IPOLEKSOSBUD sesuai kebutuhan era global/informasi
Ada Dua Macam Public :

1. Internal PR: adalah seluruh jajaran personel dalam organisasi : Top Manajemen sampai lapisan terbawah.

2. Eksternal PR: pribadi atau kelompok publik yang terkait dalam kegiatan PR
Cara kerja dalam PR menganut sistim C
 Credibility (kredibilitas)
 Context (konteks)
 Content (Isi)
 Clearify (kejelasan)
 Continuety (kesinambungan)
 Concistency (konsistensi)

BAB II
OPINI PUBLIC
a. Pengertian
Secara sederhana pengertian publik secara umum adalah sekelompok individu dalam jumlah besar. Sedangkan dari beberapa pakar dapat diperoleh beberapa pengertian sebagai berikut:

 Publik adalah sejumlah orang yang bersatu dalam satu ikatan dan mempunyai pendirian sama terhadap suatu permasalahan sosial. (Emery Bogardus)
 Publik adalah sekelompok orang yang
(1) dihadapkan pada suatu permasalahan,
(2)berbagi pendapat mengenai cara pemecahan persoalan tersebut,
(3) terlibat dalam diskusi mengenai persoalan itu. (Herbert Blumer)

Sedangkan pengertian publik dalam publik relation secara lebih spesifik adalah
sekelompok orang yang menjadi sasaran kegiatan public relation,- artinya, kelompok yang harus senantiasa dihubungi dan diperhatikan dalam rangka pelaksanaan fungsi
public relation. Opini publik adalah pendapat umum yang menunjukkan sikap sekelompok orang terhadap suatu permasalahan. (Prof. W. Doop)

 Opini publik adalah ekspresi segenap anggota suatu kelompok yang berkepentingan atas suatu masalah. (William Abig)

Dari pendapat/definisi di atas, maka dapat kita simpulkan beberapa poin:
1. Opini publik adalah pendapat rata-rata kelompok tertentu atas suatu hal yang penting.
2. Opini publik adalah suatu campuran yang terdiri dari berbagai macam; pikiran, kepercayaan, paham, anggapan, prasangka, dan hasrat. Opini publik bukanlah suatu hal yang baku dan dapat berubah-ubah. Baik Public atau Opini Public.

b. Proses pembentukan opini public
Sebuah opini public itu biasanya dimulai dengan beberap proses yang pada akhirnya akan menghasilkan opini public dimana tingkat kebenarannya itu sangat relative. Tahapan dan prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Kejadian / informasi

dikaji sesuai background dan secara kelompok
(ada yang berdasar fakta, ada yang berdasarkan sentimen, prinsip, harapan, dsb)

Opini
Jika opini mengenai permasalahan yang diperdebatkan tadi didukung oleh sebagian
besar orang dan memiliki platform yang ‘jelas’,- maka tercapailah Social Judgement 
Opini Publik
Menurut Bernard hennessy ada lima factor yang menyebabkan opini public itu muncul yakni :
Adanya isu

Nature of public

Pilihan yang sulit

Suatu pernyataan

Orang yang terlibat

Menghasilkan opini public

Jadi dapat persepsikan bahwasanya opini public terbentuk dari orang-orang yang memiliki aspirasi yang sama, walu terkadang tidak semua yang mereka sampaikan itu sesuai atau mutlak kebenarannya. Opini public juga mengarah pada public relation eksternal, dimana semua hal yang menyangkut dengan public (ruangligkupnya) luas ada di public relation eksternal.

BAB III
HUBUNGAN ANTARA PUBLIC RELATION DAN OPINI PUBLIC

Dalam public reation, terdapat dua macam publik yang menjadi sasaran kegiatannya:
1. Publik Intern Adalah : publik yang menjadi bagian dari unit usaha/ badan/ perusahaan/ organisasi itu sendiri.
2. Publik Ekstern Adalah: publik yang pihak diluar perusahaan atau organisasi.

Kedua macam public ini adalah cerminan dari public relations dan opini public, dimana salah satu dari public relations adalah public intern sedangkan satu bagian yang lain yakni opini public adalah eksternnya, lingkup kajian antara kedua bidang ilmu ini sama yakni manusia,sedangkan perbadaanya adalah jika public relations mengkaji manusia secara individual dan kelompok untuk mencegah timbulnya maslah, sedangakan opini public adalah sasaran kajian manusia yang tergabung dalam beberapa komponen manusia yang berkelompok dan memiliki kesamaan ide untuk melakukan sesuatu secara bersamaan.
Public relation dan opini public saling keterkaitan oleh pemasalahan yang timbul, misalnya ada masalah disebuah perusahaan sekelompok pekerja melakukan mogok kerja karena gaji mereka sudah dua bulan menunggak, lalu yang sebenarnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalahdengan baik adalah orang-orang yang ada di bagian public relations dengan memberi penjelasan tentang perusahaan, dengan sugesti yang positif agar mereka mendapatkan haknya dan perusahaan tidak kalangkabut dalam beroperasi.
Yang berperan sebagai opini public (intern) dalam contoh kasus ini adalah para karyawan yang memiliki sebuah kesamaan ide untuk menuntut hak mereka yang belum diterima. Sedangkan yang berlakon sebagai public relations adalah orang yang menyelesaikan masalah tadi, baik perorangan maupun berbentuk kelompok, diindonesia mereka biasa disebut humas.
Sedangkan jika sebuah perusahaan bermaslah dengan masyarkat luar (public) baik itu mengenai citra, eksistensi atau kualitas dari sebuah perusahaan atau organisasi yang berkecimpung disamping masyarakat, jika terjadi maslah maka para PRO akan turun tangan untuk menyelesaikan konflikyang terjadi antara masyarakat dan perusahaan atau organisasi tadi. Nah… jika kasusnya seperti ini maka opini public (masyarakat) yang ada tadi disebut opini public ekstern.

BAB IV
KESIMPULAN

Pengertian dan alur mereka berkembang memang sangatlah berbeda, dimana opini public sifatnya lebih kepada eksternal public, sedangkan public relations lebih kepada pubic internal. Pokok kajia mereka juga sangat berbeda walau masih dalam ruang lingkup manusia dan worknya mereka.
Dari semua paparan yang telah disajikan maka dapat diambil kesimpulan bahwasnya public relation dan opini public sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkandikarenakan pekerjaan mereka merupakan perumpamaan sebuah tim yang tidak boleh cacat, bila salah satu tidak ada maka, salah satu yang lainnya tidak bisa bekerja atau beraspirasi.
Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Hellena Olii, Opini Public, PT Indeks, Jakarta, 2007.
Yosal Iriantara, Community Relations Konsep dan Aplikasinya, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004.
Elfinaro Aldianto, Komunikasi Massa Sebagai Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004.
Vivian, John, Teori Komunikasi Massa : Edisi Kedelapan, Kencana Pranada Media Grup, Jakarta, 2008.
Oemi Abdurrahaman, Dasar-Dasar Public Relations, PT Citra Aditia Bakti, Bandung, 1968.

RIBA

A. pengertian Riba

“Pengertian ribâ secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud ribâ dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali ke-sempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.

Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya, hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung bisa juga rugi. Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah. Di antaranya:

1. Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali: “Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang ribâ beliau menjawab: Sesungguhnya ribâ itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan.”

2. Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi: “Ribâ adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”

3. . Imam An-Nawawi dari mazhab Syafi’i: Dari penjelasan Imam Nawawi di atas sangat jelas bahwa salah satu bentuk ribâ yang dilarang al-Qur’an dan As Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.

B. Macam-Macam Riba

Secara garis besar ribâ dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah ribâ hutang-piutang dan ribâ jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi ribâ qardh dan ribâ yâdd. Sedangkan kelompok kedua, ribâ jual-beli, terbagi menjadi ribâ fadhl dan ribâ nasi’ah.

1. Ribâ Qardh adalah praktek ribâ dengan cara meminjamkan uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan/keuntungan bagi pihak pemberi utang.

2. Ribâ Yâdd adalah praktek ribâ yang dilakukan oleh pihak yang peminjam yang meminjamkan uang/barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima barang (aqad timbang terima). Munculnya ribâ dalam keadaan ini adalah karena dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan.

3. Ribâ Fadhl adalah praktek ribâ dalam bentuk menukarkan barang yang sejenis tetapi tidak sama keadaanya atau menukar barang yang sejenis tetapi saling berbeda nilainya.

4. Ribâ Nasi’ah adalah praktek ribâ memberikan hutangan kepada orang lain dengan tempo yang jika terlambat mengembalikan akan dinaikkan jumlah/nilainya sebagai tambahan atau sanksi.

Mengenai pembagian dan jenis-jenis ribâ, berkata Imam Ibnu Hajar al-Haitsami: “Bahwa ribâ itu terdiri dari tiga jenis, yaitu ribâ fadhl, ribâ al-yâdd, dan ribâ an-nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu ribâ al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al-Qur’an dan hadits Nabi.”

Para ahli fiqh Islam telah membahas masalah ribâ dan jenis barang ribâwi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribâwi meliputi:

1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

2. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribâwi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jual-beli antara barang-barang ribâwi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserahkan ketika tukar-menukar.

2. Jual beli antara barang-barang ribâwi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.
3. Jual-beli barang ribâwi dengan yang bukan ribâwi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

C. Hukum Riba
Seperti yang sudah disinggung di depan bahwasannya riba adalah sesuatu yang haram hukumnya dengan firman-firman Allah ta’ala dan sabda Rasulullah SAW:
Firman Allah Ta'ala:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali-Imran:130)
.
Sabda Rasulullah shalallahu’alai hi wassalam,
“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya).”
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih berat dosanya daripada 36 berbuat zina.” (diriwayatkan Ahmad dengan Sanad Shahih)
Maka jelaslah bagi kita dengan menjadikan dalil-dalil di atas sebagai hujjah / sebagai landasan dalam pengharaman riba. Allah dan Rasul-Nya telah apa yang dinamakan dengan riba merigharamkan.
Riba diharamkan karena riba sangat berbahaya bagi kehidupan perekonomian, baik perekonomian masyarakat, negara, bahkan dunia ini, karena akan mematikan potensi-potensi masyarakat, memacetkan segala proyek-proyek pembangunandan perindustrian yang bermanfaat bagi orang banyak.

Bahkan didalam firman-Nya Allah mengatakan dalam surat Al-¬Baqarah 275, bahwasannya bagi orang-orang yang memakan (mengambil) riba maka tanda-tanda mereka di hari kiamat mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila.
Maksudnya ialah: Allah menyuburkan di dalam perut orang yang makan riba dari apa yang diamakannya menjadi berat, dan menjadi penyakit gila, dia bangkit kemudian jatuh lagi demikian itu tanda-tanda pada hari kiamat.

D. Larangan Ribâ Dalam al-Qur’an Dan as-Sunnah

Ummat Islam dilarang mengambil ribâ apa pun jenisnya. Larangan supaya ummat Islam tidak melibatkan diri dengan ribâ bersumber dari berbagai surat dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamannya, sebab hal ini telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, Ijma’ (konsensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.

1. Larangan Ribâ Dalam al-Qur’an

Larangan ribâ yang terdapat dalam al-Qur’an tidak ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman ribâ yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. Ayat ini diturunkan di Mekkah, tetapi ia tidak menunjukkan isyarat apapun mengenai pengharaman ribâ. Yang ada hanyalah kebencian Allah terhadap ribâ, sekaligus peringatan supaya berhenti dari aktivitas ribâ.

Dan sesuatu ribâ (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka ribâ itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). (Qs. Ar-Rûm [30]: 39).

Tahap kedua, ribâ digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan ribâ.

Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan ribâ, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (Qs. An-Nisâ’ [4]: 160-161).

Tahap ketiga, ribâ diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan ribâ dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Qs. Ali-Imran [3]: 130).

Dengan turunnya ayat ini, maka ribâ telah diharamkan secara menyeluruh. Tidak lagi membedakan banyak maupun sedikit. Ayat ini dan tiga ayat ribâ berikutnya sekaligus merupakan ayat tentang hukum yang terakhir. Bagi kaum muslimin saat ini, maka hukum yang berlaku adalah hukum pada ayat yang terakhir, yang telah menasakhkan hukum ribâ pada ayat-ayat sebelumnya. Juga, ayat diatas tadi menjelaskan bahwasannya ribâ telah diharamkan dalam segala bentuknya. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai keharamannya. Sebab, hal ini telah ditetapkan berdasarkan Kitab Allah, Sunnah Rasul dan Ijma’ sahabat, termasuk madzhab yang empat

2. Larangan Ribâ Dalam Hadits
Pelarangan ribâ dalam Islam tak hanya merujuk pada al-Qur’an melainkan juga al-Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui al-Qu’ran, pelarangan ribâ dalam hadits lebih terinci.

Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah SAW masih menekankan sikap Islam yang melarang ribâ.

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil ribâ, oleh karena itu hutang akibat ribâ harus di-hapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah ribâ. Di antaranya adalah:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berkata, “Pada malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan ribâ.”

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi SAW bersabda: “Ribâ itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat petunjuk dariNya. (Mereka itu adalah) Peminum arak, pemakan ribâ, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang tidak bertanggung jawab/menelantarkan ibu bapaknya.

E. Alasan Pembenaran Pengambilan Riba

Meskipun sudah jelas Al-Qur’an maunpun As-Sunnah yang secara tegas menyatakan keharaman riba, namun masih saja beberapa cendekiawan yang mencoba pembenaran atas pengambilan bunga uang, diantaranya:

1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya

Alasan darurat haruslah melalui pertimbangan yang komprehensif seperti sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah dan bukan istilah darurat menurut pengertian sehari-hari. Menurut Imam Suyuti, darurat adalah suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak segera melakukan tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.

2. Hanya bunga yang berlihat ganda saja dilarang. Sedangkan suku bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan.

Pendapat bahwa riba hanya jika berlipat ganda dan memberatkan, terjadi karena adanya kekeliruan dalam menafsirkan ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu pada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran: 130).

Secara sepintas, seakan-akan hanya yang berlipat dan memberatkan, namun apabila pemahamannya dikaitkan dengan ayat yang lain dan memperhatikan tahapan pemahaman riba, maka dapat disimpulkan bahwa segala jenis riba diharamkan.

3. Bank sebagai Lembaga, tidak termasuk ke dalam mukallaf. Sehingga tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu: untuk menghindari riba ini, kemudian sebagian orang Islam mendirikan bank tanpa bunga, yang dalam hal ini disebut bank Islam. Seperti halnya bank konvensional, bank Islam mengarahkan perhatian pada “kerjasama dan bagi hasil”, yang dituangkan dalam bentuk profif dan loss sharing (mudarabah dalam fiqih Mu’amalah) yaitu untung dan rugi dirasakan bersama. Tetapi dalam hak tertentu, bank Islam boleh menjanjikan pemberian keuntungan yang lebih besar kepada peminjam daripada suku bunga yang berlaku di bank pada umumnya, dan menjanjikan pemungutan keuntungan kepada peminjam lebih kecil daripada suku bunga tersebut. Terhadap hal tersebut tidak seluruh pendukung bank Islam menerimanya, sebab dipandang bertentangan dengan prinsip mudharabah


DAFTAR PUSTAKA

Ahim Abdurrahim, Diktat Ekonomi Islam, UPFE, Yogyakarta.

Muh. Zuhri Dr., Riba dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilikan Antisipatif), Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997.

http//www.Google.Com.Riba dalam Pandangan Islam.

Unsur - unsur Komunikasi

Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi minimal terdiri dari 3 unsur yaitu : pengirim pesan (komunikator), penerima pesan (komunikan) dan pesan itu sendiri. Awal tahun 1960-an, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yang dikenal dengan ”SMCR”, yaitu : Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima).

 Komunikator
Pengirim pesan (komunikator) adalah manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Komunikator dapat dilihat dari jumlahnya terdiri dari
(a) satu orang;
(b) banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang;
(c) massa.

 Komunikan
Komunikan (penerima pesan) adalah manusia yang berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan.
Peran antara komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling bergantian. Dilihat dari jumlah komunikator dan komunikan, maka proses komunikasi dapat terjadi 9 kemungkinan.

 Pesan
Pesan bersifat abstrak. Pesan dapat bersifat konkret maka dapat berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.
Pesan bersifat verbal (verbal communication) :
(1) oral (komunikasi yang dijalin secara lisan);
(2) written (komunikasi yang dijalin secara tulisan).
Pesan bersifat non verbal (non verbal communication) :
(1) gestural communication (menggunakan sandi-sandi  bidang kerahasiaan)

 Saluran komunikasi & media komunikasi
Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

Terdapat dua cara :
(1) non mediated communication (face to face), secara langsung;
(2) dengan media.

 Efek komunikasi
Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan : (1) kognitif (seseorang menjadi tahu sesuatu); (2) afektif (sikap seseorang terbentuk) dan (3) konatif (tingkah laku, hal yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).
 Umpan balik ( Feetback )
Umpan balik dapat dimaknai sebagai jawaban komunikan atas pesan komunikator yang disampaikan kepadanya. Pada komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan terus-menerus saling bertukar peran.