Senin, 27 Desember 2010

Komunikasi Nonverbal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Pengertian
            Dalam kamus besar bahasa indonesia diam memiliki tiga arti yaitu tidak bersuara (tidak berbicara) tidak berbuat (tidak berusaha apa-apa) dan tidak bergerak (tetap ditempat). Dan dalam diam seseorangpun diduga memiliki tiga maksud setuju, tidak setuju ataupun tidak perduli. Yang pasti apapun sikap kita itu pasti mengandung konsekuensi. Ada golongan orang tertentu,selalu bersikap diam dan pasif dalam kehidupan tak bisa terlihat jelas dalam raut wajahnya kesedihan atau kebahagian. Semua terlihat datar tertutupi oleh sikap diamnya, tapi ada juga golongan orang yang selalu ingin mengatakan apa saja yang terlintas di hati dan kepalanya, reaksi kesedihan atau kebahagian terlihat nyata bahkan disertai pernyataan tentang suasana hatinya. Ada juga diam yang memiliki unsur protes atau ketidak sukaan terhadap sesuatu misalnya seorang suami atau istri yang tidak menyukai sikap atau perbuatan pasangannya menanggapinya dengan sikap diam dan tentu saja diam yang seperti ini pada akhirnya akan membawa keburukkan buat hubungan mereka itu, apalagi diam yang disertai rasa amarah sungguh bukan hal yang bijaksana untuk dilakukan. Ada juga pernyataan lebih baik diam daripada terus bicara tetapi tanpa makna atau manfaat, akan tetapi bila kita diam melihat kemaksiatan, ketidakadilan,  kemunafikan, penindasan atau kemungkaran. Sesungguhnya itu adalah salah besar, artinya tak perduli atau cuek dan tak mau ambil pusing dengan keadaan lingkungan sekelilingnya, dan dapat dipastikan type insani seperti ini biasanya hanya menjadi duri dan benalu yang lebih memikirkan diri sendiri ketimbang hajat hidup orang banyak.
            Antara diam dan banyak bicara, tidak bisa dibilang salah satu lebih penting, atau masih relevan tidaknya. Yang lebih susah terkadang ialah bukan harus diam atau bicara nya, melainkan dapat mengetahui kapan harus diam dan kapan perlu berbicara. Terlalu banyak bicara (asal berkoar, tanpa dasar yang benar) sama negatifnya dengan selalu menutup mulut (padahal perlu untuk menyuarakan sesuatu yang benar).
            Kata orang-orang bijak, diam selalu mengandung berjuta makna. Bisa positif, tapi lebih sering negatif, entah marah, kecewa, atau putus asa. Diam biasanya adalah jalan terakhir untuk bersuara, ketika berkata tidak lagi bermakna. Banyak orang melabelisasikan kepada sesama-Nya, bahwa orang itu diam-diam sambuk artinya orang itu diam-diam menghanyutkan.

            Di dunia, bahwa renungan berasal dari kata renung artinya diam-diam memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Diam dengan diam membuat banyak orang salah tingkah, tetapi diam itu juga bisa dibilang “emas” tetapi kata “emas“nya itu artinya juga kadang nggak  tahu. Diam itu juga kadang berarti setuju misalnya jika seorang wanita dilamar karena malu mengatakan “iya” jadi hanya diam dan tertunduk.Tetapi “diam” juga bisa diartikan ketidaksetujuan seperti yang pernah saya liat di televisi yang lagi “demo”atas ketidakbijakan pemerintah seperti mogok bicara,makan dan sebagainya.Karena definisi diam itu tidak hanya mogok bicara tetapi tidak melakukan apapun itu bisa di sebut “diam” betul kan? “If you have nothing good to say, then say nothing” yah daripada banyak bicara mengumbar kejelekan lebih baik “Diam”. “Silent is the mother of truth~Benjamin D”
         Diam itu indah, bila sedang serius bekerja, dan ketika kita sedang sakit gigi atau sakit kepala. Diam memiliki makna yang lain ketika dalam keramaian dan satu orang berteriak sangat keras kata "diaaammm!!!", pasti spontan semua orang akan bertanya-tanya dan menghentikan semua pembicaraan. artinya yang sangat dalam...Tapi ada juga orang yang sering diledekin dan menjadi bahan cemoohan orang lain, yang mengatakan kata yang sama diaaammm!!!... bukanya pada diam tetapi semakin seru dan semakin menjadi-jadi keributan yang ada...dan masih ada jutaan makna dari kata diam... diam adalah emas; diam itu tidak tahu apa-apa; diam berarti mengiyakan; diam membisu karena bete; diam-diam mengamati; diam dalam kehampaan; diam karena perasaan rindu, dan lain-lain....Jadi apapun definisinya... hanya kita yang tahu, dan hanya kita yang dapat mengekspresikannya.

         Arti kata ‘Tenang’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain adalah:
Diam tidak berubah-ubah (diam tidak bergerak-gerak), Tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, aman, tenteram. Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.  Hati manusia merupakan bagian yang paling menarik bagi Tuhan karena dari hati akan mempengaruhi pikiran, dari pikiran akan mempengaruhi tindakan, tindakan yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan ini akan membentuk karakter, dan karakter ini akan menentukan masa depan kita. Oleh karena itu cara kita memelihara hati itu, sangat menentukan cara kita maju dalam perjalanan hidup. Perhatikan kata “diam” artinya tinggal selama-lamanya di dalam hati, pikiran, perkataan dan tindakan kita.

         DIAM. Artinya, ketika mengalami suatu kejadian yang menurut keyakinan anda, anda harus Sabar, maka lakukan DIAM. Dalam masyarakat ada berapa suku tertentu di Indonesia,  lebih banyak menurut dan lebih banyak diam artinya tidak suka neko-neko.

         Ada kalanya diamnya seseorang lebih kuat daripada jawaban. Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan berkuranglah pembicaraan. Sebab, perkataan akan tetap berada dibawah kendalimu selama engkau belum melontarkannya. Tetapi jika engkau telah melontarkan perkataan, engkaulah yang terbelenggu olehnya. Karenanya, simpanlah lisanmu sebagaimana engkau menyimpan emas. Adakalanya perkataan terasa nikmat, tetapi ia mengundang bencana. Artinya, diam seseorang lebih baik ketimbang perkataan yang tiada makna. Perkataan yang sudah terlanjur terlontar tidak akan bisa ditarik lagi, apalagi jika mengandung keburukan.                                                                                      


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Diam Sebagai Komunikasi

         Diam yang didefinisikan di sini adalah tidak adanya pembicaraan atau komunikasi nyata. Pada umumnya, diam sering diabaikan sebagai bentuk komunikasi dalam Perilaku Organisasi. Hal ini dikarenakan diam menggambarkan tidak adanya tindakan (inaction). Tapi, sesungguhnya diam dapat merupakan bentuk komunikasi yang kuat.

         Diam dapat berarti seseorang sedang berpikir atau merenungkan jawaban terhadap pertanyaan, dapat juga berarti seseorang sedang cemas atau takut untuk berbicara. Diam dapat mengisyaratkan kesepakatan, menolak, kecewa, atau marah. Diam dapat merupakan tanda bahwa seseorang merasa terganggu terhadap suatu kondisi, dapat pula mengisyaratkan rasa tidak senang dengan menjauhkan diri.

         Kegagalan dalam memberikan perhatian pada bagian DIAM dari percakapan dapat berakibat kehilangan bagian penting dari pesan. Komunikator yang cerdik memperhatikan kesenjangan, jeda, dan keragu-raguan. Mereka mendengarkan dan mengiterpretasikan sikap diam. Mereka memperlakukan jeda (diam) misalnya sebagai analog dengan lampu kuning yang berkelap-kelip di perempatan jalan dan memberi perhatian pada apa yang akan muncul berikutnya. Kadangkala pesan yang nyata dalam komunikasi terkubur dalam DIAM.

         Terkadang, dalam sebuah perdebatan kita merasa puas atau merasa menang ketika lawan bicara kita tak lagi melontarkan kata-kata terhadap kata-kata yang kita lontarkan kepadanya. Dan sesungguhnya itu bukan berarti menandakan bahwa perseteruan telah berakhir karena diam bukan berarti menandakan ketidakberdayaan seseorang, bukan pula selalu berarti tidak adanya komunikasi, melainkan ada banyak makna di dalamnya. Dalam diam terdapat strategi dan pemikiran yang tak terlihat. Oleh karena itu ada pepatah yang mengatakan "DIAM-DIAM MENGHANYUTKAN"
         Diam adalah emas. Diam dapat menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan seseorang dalam menghadapi perseteruan dalam sebuah komunikasi. Diam pun dapat merupakan sebuah bentuk penghinaan.

Mungkin sebagian dari kita ada yang tahu lagu jadul dari the tremeloes yang berjudul  Silence Is Golden (Diam adalah Emas). Bagi sebagian orang, lagu itu tampaknya mengandung kata-kata yang kontrorersial, tetapi lagu itu justru menunjukkan kekuatan diam ketika kita berkomunikasi. Amatullah Armstrong, seorang Sufi dari negeri kangguru, mengatakan bahwa musik Terindah baginya adalah keheningan malam saat dia berdo’a Kepada Allah.

         Lho kok bisa ya orang diam tak berkata-kata apa pun, tapi dianggap berkomunikasi? Ya, bagi para pakar komunikasi, diam termasuk dalam komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal adalah komunikasi selain lisan dan tulisan. Konon, 65% komunikasi yang dilakukan manusia adalah komunikasi non verbal. Sedangkan, komunikasi verbal yaitu komunikasi secara lisan, adalah sisannya.

         Contoh komunikasi Non verbal misalnya anda seorang wanita cantik yang sedang berjalan kaki disekitar para pria usil, para pria itu mncoba untuk menggoda anda dengan,Hai Cantik? namun, anda diam tak mengindahkan mereka. Sebetulnya, diam anda saat itu adalah komunikasi yang anda sampaikan bahwa Anda tidak suka dengan godaan mereka.

         Memang, terkadang diamnya seseorang menunjukkan seribu tanya dan penafsiran. jika seorang dosen bertanya kepada mahasiswanya kemudian dalam waktu yang cukup lama si mahasiswanya diam sebelum menjawab. Si mahasiswa dapat dianggap sedang berfikir untuk dapat menjawab secara akurat berpikir lambat, abnormal, sedang melamun, mempermainkan dosen tidak mengerti pertanyaannya, takut oleh dosen, pura-pura mikir dll.
           
         Contoh yang lain adalah ketika seorang ayah yang diam seribu bahasa ketika menyaksikan anak pertamanya lahir. Diamnya siayah bukan karena tidak dapat menerima kehadiran anaknya, tetapi karena terharu dan tidak bisa berkata apa-apa selain mengungkapkan kebahagiaan dengan air mata. Kata-kata apa pun tidak dapat mewakili ungkapan kebahagiaannya,sehingga hanya berdiam.

2.2.   Makna Diam Dalam Komunikasi Non Verbal
         Ada kebiasaan di masyarakat tertentu bahwa diam berarti setuju. Misalnya, seorang gadis ketika dilamar oleh seseorang hanya diam. Nah, orang-orang yang disekitarnya menafsirkan bahwa gadis itu menerima. Diam dalam ilmu komunikasi sesungguhnya orang tersebut juga berkomunikasi, sehingga dalam ilmu komunikasi disebutkan bahwa manusia itu tidak bisa tidak berkomunikasi. Diam saja pun juga berkomunikasi. Dalam proses komunikasi sehari-hari diam mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1) memberi kesempatan berpikir
            Seringkali diam berfungsi untuk memberikan waktu berpikir bagi seorang pembicara. Pembicara diam sesaat untuk berpikir apa yang sebaiknya dibicarakan berikutnya. Dalam rapat misalnya, semua peserta rapat diam. Diam disini dapat berfungsi sebagai memberi kesempatan berpikir kepada peserta rapat. Demikian pula ketika seseorang bertanya kepada seseorang akan diam sesaat sambil menunggu apa jawaban dari orang itu. Tentu saja disini yang bertanya diam untuk memberi kesempatan berpikir.
2) Menyakiti
            Diam juga bisa bertujuan untuk menyakiti seseorang. Banyak orang yang suka mendiamkan seseorang yang menjengkelkan. Misalnya dua orang yang bertengkar akan saling mendiamkan. Fungsi lain diam adalah menolak keberadaan dan peran seseorang di dalam suatu kelompok.

3) Mengisolasi diri 
            Kadangkala diam juga berfungsi sebagai tanggapan seseorang terhadap rasa takut, malu, atau cemas. Misalnya, seseorang merasa cemas dan malu di dalam suatu kelompok orang-orang.
4) Mencegah komunikasi
            Dengan diam dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk menolak membicarakan hal-hal tertentu. Contohnya, seseorang menolak membicarakan pribadi orang lain. Disamping itu diam juga berarti mencegah seseorang akan melakukan kesalahan atau berbicara salah.
5) Mengkomunikasikan perasaan
            Diam juga dapat dimaksudkan memberikan tanggapan-tanggapan emosional. Misalnya seseorang diam untuk menolak dominasi satu terhadap yang lain di dalam hubungan antar pribadi.
6) Tidak menyampaikan ssesuatupun
            Seringkali diam terjadi karena di sana tidak ada yang saling berbicara, atau seseorang memang sedang tidak ingin melakukan atau mengatakan apapun.
            Kadang kala diam juga dimaksudkan untuk menjaga perasaan orang lain. Misalnya seseorang mengatakan sesuatu yang kurang tepat, orang yang mendengarkan diam saja. Orang lain diam karena segan menyanggahnya, karena dapat menyakiti orang tersebut, atau dapat membuat hubungan selanjutnya menjadi kaku. Diam kadang juga mengekspresikan tidak percaya kepada pernyataan seseorang. Diam dapat juga mengekspresikan rasa diri tinggi. Misalnya, ia tidak perlu menanggapi pernyataan seseorang karena dinilai seseorang itu adalah seorang yang lebih rendah derajatnya (dalam anggapannya tentu saja). Diam dapat juga berarti mengejek atau meremehkan.

            Ya, ternyata diam itu banyak memberi informasi dalam komunikasi. Masalahnya, seringkali kita salah menginterpretasikan aksi diamnya seseorang. Dikira menerima, ternyata menolak. Dikira mengejek, nyatanya tidak mendengar.. ha…ha. Ayo, ada lagi nggak arti diam yang belum saya sebutkan. Ayo…, saya tunggu tambahannya.
2.3.   Menanggapi Makna Diam Dibudaya Timur Dan Barat
           
·        Diam di Timur
         Pandangan orang timur tentang diam berbeda dengan pandangan orang barat. Pada umumnya, orang timur tidak merasat tidak enak dengan diam. Pada umumnya, orang timur tidak merasa tidak enak dengan diam. Bahkan, banyak orang yang banyak bicara. Orang yang menganggap berbicara dapat menjadi sumber masalah. Orang yang banyak bicara banyak salahnya. Begitu katanya. Dengan diam, seseorang dapat memperolah kebaikan, keberaniaan, kesabaran, pencerahan.

            Di Indonesia ekspresi diam yang paling nyata ditunjukkan dalam upacara nyepi yang dilakukan umat Hindu di Bali sebagian usah untuk membersihkan seluruh alam beserta isinya dan meningkatkan hubungan akan keselarasan antara manusia dan tuhan, manusia dan manusia serta manusia dan lingkungannya. Diam menjadi bahan perenungan atau konlemplasi untuk evaluasi perbuatan di massa lalu dan berniat memperbaikinya pada masa yang akan dating.

            Di Jepang diam berarti penghormatan. Jika menghadapi pertanyaan, pertanda bahwa pertanyaan yang di ajukan cukup penting sehingga karenanya memerlukan pemikiran adalah dengan dim dulu sesaat.

            Dengan kata lain, menjawab sesuatu begipertanyaan tanpa ragu, adalah suatu penghinaan karena hal itu berarti pertanyaan tersebut. Begitu sederhana yang tidak memerlukan pemikiran, lebihgawat lagi jika pertanyaan langsung dijawab dan jawaban ternyata ternyata salah.


·        Diam Di Barat
         Bagi orang barat, diam dapat menjadi aib atau kurang disukai. Bahkan di Negara-negara Arab dan Yunani yang mementingkan interaksi social. Diam dianggap tidak menyenangkan. Bagi mereka, kebahagiaan terbesar adalah ketika bisa ngobrol dengan kawan-kawan mereka menanggap bahwa kebersamaan, percaakapan, bahkan kegaduhan adalah tanda kehidupan yang baik.

         Anda memilih diam atau tidakterkadang hal itu menjadi sebuah pilihan yang paling penting saat berkomunikasibaik verbal maupun non-verbal adalah bagaimana setiap apa yang kita sampaikantidak sampai menyakiti orang lain. Bagi yang terbiasa berkomunikasi pedas, jutek, ketus, cemberut dan lain-lain. Maka anda perlu latihan untuk dapat berinteraksi denganlebih sehat.

2.4.   Diam Itu Emas
         Mengapa engkau diam padahal engkau dimusuhi?”ucap Imam Syafi’i menirukan teguran teman-temannya. “Menanggapi suatu permusuhan”,jawabnya,”sama dengan melakukan kejahatan. Bersikap diam dalam menghadapi orang bodoh merupakan kebajikan. Sebab disalam sikap diam terdapat suatu upaya pemeliharaan kehormatan. Tidakkah engkau tahu bahwa harimau hutan itu ditakuti dan disegani karena ia berdiam diri? Bukankah anjing yang berkeliaran dijalan sering dilempari orang karena ia terlalu banyak menggonggong?”, karena itu imam syafi’i menganggap sikap diamnya sebagai suatu perniagaan, meskipun tak ada untungnya, tetapi paling tidak takkan pernah merugi.
         Jadi, diam itu emas, makna sesungguhnya ada disitu, yaitu berdiam diri untuk tidak terjebak melakukan kesalahan yang sama. Inilah yang dimaksud sebagai ‘mengalah untuk menang’.
         Tetapi bagaimana kalau orang diam saja terhadap kekeliruan dan kejahatan orang lain? Apakah diam dalam konteks ini dapat dibenarkan? Tentu tidak, orang yang salah harus ditegur dan diperbaiki, bukan sigembar-gemborkan dan dibesar-besarkan kesalahannya.
         Ibnu Mas’ud, ketika dibawa kehadapannya seseorang yang dituduh bergelimang dalam minuman keras, lantas ia menegaskan bahwa “Sesungguhnya kami telah dilarang oleh Nabi untuk mencari-cari kesalahan orang, tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyelewengan maka kami pasti akan menghukumnya”(HR. Abu Dawud)
         Itu berarti, makna berdiam diri disini pada hal-hal yang tidak mendatangkan kemaslahatan bagi orang banyak. Tetapi tidaklah dimaksudkan untuk diam dan tidak berbuat apa-apa pada saat kemunkaran terjadi, atau harga diri dan kehormatan sesorang terganggu.
         Berdiam diri dalam konteks ini tentu tidak boleh, karena pertanda kelemahan. Dikatakan sebagai kelemahan karena tidak mampu menegakkan kebenaran dan membela harga dirinya saat diserang secara tidak beradab. Bangkit dan membela kebenaran juga mempertahankan kebaikan adalah kewajiban asasi manusia.
2.5.   Mengapa Pilih Bicara Atau Diam?[1]
        
         “Suatu hari, Mary, ibu mertuaku, meminta waktu untuk berbicara dari hati ke hati. Sudah sebulan hubungan kami agak beku. Dengan kesungguhan, Mary menyatakan bahwa Chris, suamiku, adalah ‘pangerannya’. Chris begitu penting bagi Mary. Mengandung, membesarkan, membiayai, mendoakan, memimpikan setiap hari, itulah yang ada dibenak Mary tentang Chris. Kini  aku datang, sebagai menantunya. Dan Chris tampak sangat mencintaiku. Sungguh berat bagi Mary menerima realitas ini. Betapa Mary khawatir dia akan dilupakan buah hatinya. Dinomorduakan. Atau bahkan tidak didengar pendapatnya.  karena ada aku! Sekarang aku diam dan paham. Mengapa Mary begitu ’menjengkelkan’ selama ini” begitu penuturan Ratih.

         Melalui tulisan ini, saya tidak hendak mengajak anda memasuki romantika pengalaman Ratih maupun Mary. Namun saya ingin mengajak kita menganalisa mengenai keberanian Mary, sang mertua, dalam menyampaikan pendapatnya, dilihat dari konteks budaya. Mungkin kita kerap merasakan kesal ketika orang menunjukkan kesan kurang respek, menghindar, cemberut, membicarakan dibelakang atau sejenisnya. Rina, teman saya bilang, ”orang Jawa itu gitu, kalo ngak suka, ngak langsung bilang. Aku sebel banget deh.”

         Saya dengarkan dengan empati. Diam-diam ada rasa ingin mengajak dia membahas  hal yang dia ‘jengkelkan’ dari kajian budaya. Dengan geli, saya urungkan niat bahas teori itu. Khawatir dia marah, diajak berfikir toleran, sementara hatinya tengah  kesal pada kakaknya.

         Jadi, melalui tulisan ini, marilah kita ’have fun’ dengan keberagaman manusia. Memahaminya alasan pilihan individu dan tidak menjadi polisi atas garis batas standar yang kita yakini lebih baik.

         Seorang Edward T Hall (1976) dalam risetnya menyimpulkan bahwa ada komunitas yang cenderung menyampaikan pesan atau gagasannya dalam bentuk kata-kata langsung. Komunitas ini disebut berbudaya konteks rendah. Sebaliknya, ada komunitas yang cenderung menggunakan isyarat atau nonverbal, dibandingkan ungkapan kata-kata dalam menyampaikan pesannya. Kelompok ini disebut berbudaya konteks tinggi.

         Pilihan  penyampaian pesan konteks tinggi dan rendah memiliki latar belakang ’baiknya’.  Pada budaya kolektifis, dimana kekerabatan dianggap baik, penyampaian pesan yang menyinggung perasaan seseorang. Kata-kata langsung pada seseorang, mungkin akan menyisakan rasa tidak nyaman pada kakek, bibi, adik, dan saudara sepupunya.  Karenanya mereka cenderung tidak bicara langsung, atau memilih diam. Pada budaya individualis, gaya bicara berkonteks rendah cenderung diterima dan dihargai. Masing-masing bertanggung jawab pada diri sendiri.  Pembahasan antara dua orang cenderung tidak beresiko panjang pada perasaan kerabat lainnya. Jadi pilihan penggunaan bahasa, sesungguhnya merupakan upaya tanggung jawab dan proses analisa bijaksana dari seseorang yang terekam terus menerus, dan menjadi pola.

         Orang Indonesia dan China, cenderung menggunakan budaya berkonteks tinggi. Kata-kata umumnya tak terpisahkan dengan etika dan hubungan sosial. Untuk memahami suatu pernyataan, orang perlu mengerti arti dibalik itu, bahkan sejarahnya. Percakapan biasanya ditujukan untuk menjaga keharmonisan dan kesatuan.  Daripada sekedar memuaskan kebutuhan pembicara. Orang berbudaya konteks tinggi, biasanya ada pada masyarakat kolektifis. Mereka cenderung kurang banyak berargumen. Bila ada jawaban yang membuat orang senang, mereka menyampaikannya. Bila tidak menyenangkan, mereka memilih untuk tidak mengatakannya.

         Masih ingat stereotype tentang orang Jepang yang  menghindari kata ”tidak” ?  Tujuannya mulia, yaitu ’to safe face’ orang tersebut. Jadi mungkin sekali bahasa terasa ambiguitas atau bias. Budaya berkonteks tinggi, juga akrab dengan ”diam”. Masih ingat bagaimana ’diam atau senyum’ Presiden Soeharto yang kerap dimaknai beragam. Hanya ’orang dalam’ yang dapat memahami artinya.

         Orang Amerika Selatan dan Eropa (Perancis, Jerman, Inggris) cenderung berbudaya konteks rendah. Mereka biasa berbicara secara langsung, singkat dan elaboratif.  Bagi  orang berbudaya konteks rendah, fungsi utama bahasa adalah untuk mengekspresikan gagasan dan pemikiran secara jelas, logis dan sepersuasif mungkin. Pendengar dan pembicara adalah entitas yang berbeda. Pembicara menunjukkan individualitasnya untuk mempengaruhi yang lain. Sedemikian rupa kata-kata dibuat jelas, dan menghindari adanya bias. Pada kelompok berbudaya konteks rendah, diam, cenderung dihindari. Pembicara yang baik dan kompeten, diharapkan mengatakan apa yang mereka maksudkan dan bersungguh-sungguh. Bila tidak, orang tersebut dianggap tidak jujur atau tidak dapat dipercaya.

            Bukti hubungan antara individualis dan kolektifis dengan budaya berkonteks tinggi dan rendah, dapat dilihat pada penggunaan kata ”kami”, ”kita” atau ”saya”.  Orang individualis memilih kata ’saya’, karena tidak merasa mewakili pemikiran orang lain. Randy, teman saya,  menggerutu tentang penggunaan kata ’kami’ untuk menjelaskan ’saya’ dari orang Indonesia. Dengan logis, dia menghubungkan argumennya pada  kajian EYD yang baik dan benar. Memang betul analisa bahasanya. Tapi orang kolektifis, menyebut ’kami’ atau ’kita’ saat bicara, bukan karena tidak paham beda terminologi ’saya’ dan ’kami’.  Mereka memilih ’kami’ karena menurutnya,  pihak lain layak disertakan dalam tanggung jawab sosialnya. Rasa itu sangat kuat, hingga kadang penggunaannya rancu, bahkan terbawa hingga pernyataan yang seharusnya mewakili pikirannya sendiri.

         Memang tidak selalu orang Indonesia memilih kata ’kita’ atau ’kami’ dalam ungkapannya.  Pada komunitas yang akrab dengan suasana birokrasi, bapakisme, seperti institusi pemerintahan, atau kelompok tradisional, mereka lebih rajin memanfaatkan kata ’kami’ atau ’kita’ ketimbang pegawai perusahaan multinasional. Padahal sama-sama orang Indonesia. Jadi mereka yang hidup atau terespos dengan budaya konteks rendah, bisa jadi banyak menggunakan pilihan kata langsung dan implisit.

         Salah satu alasan yang disebut-sebut menjadi pemicu adanya kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dan mungkin dinegara-negara lain yang berbudaya serupa adalah karena adanya budaya berkonteks tinggi. Orang yang tidak mampu menyatakan perasaannya secara verbal, membuat dirinya frustasi dan menyalurkannya melalui kekerasan. Baik suami pada isteri atau anak, atau sebaliknya. Tampaknya disini budaya berkonteks rendah lebih sempurna. Namun bila kita nyaman dengan kehidupan kolektifis, resiko sosial akan suatu pernyataan yang eksplisit bisa jadi lebih tinggi.

         Apakah seseorang bergaya formal atau tidak formal dalam berbicara, juga bervariasi antarbudaya. Hal ini juga memungkinkan timbulnya kesalahpahaman. Di Jawa dan Sunda, kita tahu bahwa pemilihan kata dilatarbelakangi  oleh status sosial berbeda, tingkat keintiman berbeda termasuk pada acara sosial yang berbeda.  Orang Amerika mungkin akan melihat orang Jawa adalah orang yang kaku dan aneh.  Sementara orang Jawa bisa jadi melihat orang Amerika,  kasar, tidak tahu adat atau tidak sopan.

         Sebagai penutup saya ingin berbagi pengalaman seorang teman, Ria namanya. Suami Ria, John, suatu ketika mengangkat kaki ketika bersantai menonton televisi bersama keluarga. Meski posisi duduk John jauh dibelakang. Kelihatannya secara etika tidak mengganggu siapapun, namun Ria yang dibesarkan dalam tatakrama Jawa menak, merasa jengah kalau-kalau ayah-ibunya tersinggung. Malamnya Ria diam. John merasa ada sesuatu yang salah. Ria berkata ’tidak ada apa-apa’. Meski demikian, John masih yakin ada sesuatu yang tidak beres. Ria menjelaskan pada saya bahwa dia memilih untuk diam karena menjaga perasaan suaminya. Ria khawatir John malu bila tahu dia ’bersalah’ karena tidak sopan pada orang tuanya.

         Saya tidak tahu bagian mana yang dapat dikategorikan lebih sempurna. Bagi saya, semuanya bervisi indah. Namun bila berkenan saya bersaran, bagaimana bila kita melepaskan kotak kepastian dikepala kita, dan melihat konteks dimana kita berada. Dengan bijaksana memilih kata (verbal) dan non kata (nonverbal) yang tepat. Sesuai keadaan. Memang rasanya pilihan kita seharusnya jelas, yaitu menjadi manusia antarbudaya.
2.6.   Apa Makna Diam Itu?
         Apa yang dianjurkan kepada kita ketika mendapati orang sedang membaca Al-Qur’an ? ya, diam. Apakah diam yang dimaksud? Diam sambil sms-an? Diam memakai handsfree? Diam  sambil mengeliyepkan diri sampai tidur?

         Ya, ternyata yang dimaksud adalah diam memikirkannya, merenunginya, menelusuri kedalaman relung akal dan belantara hati untuk menemukan hikmah yang selama ini belum tersibak kita untuk menyadarinya.

         Lalu, samakah anjuran diam ketika mendengar bacaan Al-Quran dengan diam ketika kita dibuat marah oleh orang? Saya belum tahu jawabannya. Kali ini proses pencarian saya baru pada tahap memahami ternyata ada tingkatan diam menurut versi saya sendiri.
  
·              Diam tingkatan pertama : diam benar-benar diam
         Sekalipun diam dalam artian ini adalah diam benar-benar diam, tetapi ini tetaplah diam yang baik asal tidak dalam kondisi darurat, asal tidak dalam kondisi kita sebagai pemegang peranan kunci tunggal yang kalau kita tidak bergerak maka akibat buruk adalah kita penyebabnya.

            Diam pada tingkatan ini secara klinis dijelaskan sebagai aktivitas memberi waktu, agar stimulus yang diterima otak kita bisa sampai pada otak bagian belakang, yakni neokorteks. Tanpa diam memberi waktu, akan kurang baik akibatnya, karena sebelum stimulus sampai neokorteks otak sudah disuruh memberi respon, akibatnya yang akan memerintahkan adalah otak primitif (limbik sistem) kita. Maka, respon yang dihasilkan cenderung bersifat gegabah, tidak bijaksana.

·              Diam tingkatan kedua : diam karena berpikir
         Diam ini, saya belum tahu penjelasan klinisnya, yang jelas ini adalah aktivitas yang secara fisik (tindakan) diam tetapi secara quantum (pikiran) berputar, bergerak tiada henti. Diam tetapi memikirkan gagasan baru, diam tetapi memikirkan solusi untuk membantu menyelesaikan masalah, diam tetapi berkecamuk produktivitas di dunia yang tak kasat mata.
  
BAB II
PENUTUP
         Manusia di lahirkan ke dunia ini adalah sebagai makhluk sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya pasti akan berinteraksi. Interaksi itulah yang dimaksud komunikasi. Macam-macam komunikasi di bagi menjadi dua : Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan lambang kata- kata atau bahasa sebagai medianya baik secara lisan maupun tulisan komunikasi non verbal adalah pesan atau informasi yang tidak disampaikan melalui lisan maupun tulisan tetapi menggunakan gerakan tubuh.
Demikian makalah ini kami susun, semoga dengan ini kami harapkan kiranya bisa bermanfaat bagi kita semua. Semoga hidayah dan inayah Allah selalu menyertai kita dalam segala hal yang positif dan berlebih untuk kita sendiri. Amien
  
DAFTAR PUSTAKA


Effendy, Onong U. 1989, Kamus Komunikasi, Bandung, Mandar Maju

Riswandi, 2009. Ilmu Komunikasi. Jogyakarta ; Graha Ilmu

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya


http://start2010.blogdetik.com/index.php/2009/10/15/diam-itu-bukan-emas/
http://www.kpcmelaticenter.com/id/pernak-pernik-perkawinan-campuran/mengapa-pilih-bicara-atau-diam.html











[1] http://www.kpcmelaticenter.com/id/pernak-pernik-perkawinan-campuran/mengapa-pilih-bicara-atau-diam.html

Komunikasi Ruang

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Pengertian Komunikasi Nonverbal

            Yang dimaksud komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan tidak dengan menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menngunakan gerak tubuh, sikab tubuh,vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, expresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian disekeliling situasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan.dengan komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui espresi wajah dan nada atau kecepatan bicara. Misalnya seorang pemimpin berbicara dengan suara yang keras dan wajah yang merah padam,itu menandakan bahwa pimpanan tersebut sedang marah pada karyawaan tersebut.
             Tanda-tanda komunikasi nonverbal belumlah dapat diidentifikasikan seluruhnya tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa cara kita duduk, berdiri, berjalan, berpakaian, semuanya itu menyampaikan informasi pada orang lain. Tiap-tiap gerak yang kita buat dapat menyatakan asal kita, sikap kita, kesehatan, bahkan keadaan psikologis kita.misalnya gerakan-gerakan yang mengerutkan alis, mengigit bibir, menunjukkan dengan  jari, tangan dipinggang, melipat tangan bersilang didada ssemuanya mengandung arti tertentu.ada pribahasa yang mengatakan apa yang kamu katakana dengan keras tidak dapat didengar orang, tetapi tanda-tanda diam seperti anggukan kepala, rasa kasih sayang,kebaikan, rasa persaudaraan, didengar oleh orang yang lain merupakan pesan yang nyata dan jelas.
            Arti dari satu komunikasi nonverbal dapat diperoleh melalui hubungan-hubungan komunikasi verbal dan nonverbal. Atau dengan kata lain komunikasi verbal lebih mudah diintepretasikan dengan melihat tanda-tanda nonverbal yang mengirimi komunikasi nonverbal tersebut.komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan menyangkal komunikasi verbal. Bila ada ketidaksejahteraan antara komuniksi nonverbal dengan verbal seseorang khususnya lebih percya pada nonverbal

BAB II
PEMBAHASAN

A.KOMUNIKASI RUANG 

            Penggunaan ruang atau jarak memainkan peranan tartentu dalam komunikasi manusia.Edward Hall talah banyak memperluas pemahaman kita tentang cara penggunaan ruang dalam komunikasi tatap muka.Hall mengemukakan bahwa ada empat macam jarak yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dia mengatakan bahwa jarak tertentu tergantung kepada bagaimana perasaan kita terhadap orang lain dalam kontek pembicaraan dan tujuan pribadi kita. Daerah jarak ini hanya menjelaskan tingkah laku orang Amerika mungkin tidak penting bagi kebudayaan lain.pembagian jarak tersebut adalah sebagai berikut:

a.      Jarak yang menunjukkan keintiman
Menurut hall jarak keintiman ini mulai dari kontak kulit sampai jarak 18 inci. Kenbanyakan dapat dilihat bahwa kontak bagi jarak intim ini adalah untuk interaksi dengan orang-orang yan kita merasa dekat secara emosional dan untuk situasi yang lebih bersifat pribadi seperti memperlihatkan perasaan senang, kasih sayang dan perasaan melindungi. Jarak intim juga mungkin terjadi dalam keadaan yang kurang intim seperti menugunjungi  dokter gigi.penata rambut dan dalam pertunjukan atletik. Membiarkan orang bergerak kearah daerah intim,biasanya sebagai tanda kepercyaan suatu indikasi yan menunjukan bahwa orang tersebut ingin mengurangi pembelaan atas dirinya. Sebaliknya bila seorang melanggar area pribadi kita tampa persetujuan kita biasanya merasa terancam.ini menerangkan bahwa ketidaksamaan, kadang datang saat memasuki tempat yang penuh sesak seperti di bis,dielevator bersama orang yang tidak dikenal.pada waktu seperti ini standar tingkah laku dalam masyarakat cendrung untuk menghindari kontak satu sama lain yang disebabkan oleh situasi tersebut.
      Dalam situasi kenal mengenal saat yang kritis dapat terjadi bila seorang dari suatu pasangan mula-mula bergerak kearah daerah intim yang lain.jika partner yang didekati. tidak mundur, ini biasanya merupakan tanda, hubungan bergerak ke arah tahap yang baru. Tetapi sebaliknya jika reaksi yang terjadi menarik jarak yang lebih besar, orang yang mulai duluan mendapatkan pesan bahwa belum pada waktunya lebih intim.

b, jarak pribadi atau personal
      daerah jarak yang kedua adalah jarak daerah pribadi atau jarak personal yang berkisar dari 45 cm sampai 135 cm. bila suatu pasangan berada ditempat pesta dan tiba-tiba datang seorang teman yang berlainan jenis kelaminnya mendekati salah seorang  mereka, maka partnernya yang lain mungkin merasa tidak senang. Perpindahan memasuki daerah pribadi biasanya dilakukan untuk maksud melakukan percakapan yang lebih brsifat pribadi dan tidak sebagai kenalan biasa. Daerah pribadi yang agak jauh adalah berkisar antara 85 cm sampai 135 cm. itulah daerah yang diluar jangkauan orang.

b.      Jarak social
Daerah yang ketiga adalah daerah hubungan social yang berkisar antara 135 cm sampai 4 m. dalam jarak ini bermacam-macam komunikasi dapat terjadi seperti komunikasi dalam bisnis. Dalam jarak  yang agak rapat atau antara 1,35m sampai 2,25 m biasanya percakapan antara pembeli dan penjual  atau jarak orang yang berkerja bersama-sama. Kebanyakan orang ,tidak senang apabila petugas penjualan datang dekat pada sipembeli. Jarak social yang agak jauh seperti dari 2,25 m sampai 4m digunakan dalam situasi yang lebih formal atau tidak bersifat personal seperti jarak yang biasa digunakan antara atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Duduk dengan jarak begini jauh berbeda dan kurang rileks dibandingkan untuk duduk berkeliling kursi pimpinan dengan jarak yang lebih dekat.

d.      Jarak umum
Jarak yang paling jauh dalam komunikasi dinamakan jarak umum yaitu lebih dari 4m. jarak umum yang terdekat biasanya digunakan guru di depan kelas. Jarak umum yang terjauh adalah 8 m yang menjadi komunikasi dua arah sulit dilakukan.dalam beberpa hal adalah penting menggunakan jarak umum seperti melakukan pembicaraan terhadap kelompaok yang agak banyak dan dalam keadaan lain jarak umum ini digunakan apabila orang tidak tertarik untuk mengadakan dialog.
      Dalam kebanyakan situasi orang menghormati daerah pribadi masing-masing. kita dapat melihatnya pada saat berjalan-jalan ditempat umum. Ketika kita menjumpai tempat orang lain,perhatikanlah bagaimana mereka bergerak sedikit beberapa fase dari kita. Orang-orang asing biasanya memelihara kontak mata jarak dekat kalau seandainya mereka mempunyai maksud tertentu seperti, meminta informasi, meminta bantuan,meminta tanda tangan, dan meminta bahan-bahan yang dibagikan.
Menerut Mehrabian ada keuntungan yang bersifat psikologis dari teritori atau daerah pribadi seseorang. Misalnya sering kita dengar adanya keuntungan suatu tim olahraga bertanding didaerah sendiri dibandingkan main didaerah lawan, begitu juga halnya dalam organisasi, sering terjadi pertengakaran mengenai teritori ini antara satu pimpinan dengan pimpinan yang lain. Misalnya seorang pemimpin telah menjadwalkan rapat untuk mendiskusikan suatu yang penting pada tempat dalam teritorinya. Sehari sebelum rapat, anggota rapat datang kepada kantor pimpinan untuk memindahkan tempat rapat dan akhirnya dipilihlah kantor baru dari manager baigan lain. Walaupun pada kantor baru ini tak memungkinkan orang untuk duduk secara berinteraksi namun adanya keinginan orang untuk mempertahankan atau untuk memperoleh keuntungan psikologis dari teritori masing-masing.
Ada tiga teritori yang berhubungan dengan teritori dan status dalam organisasi. Karyawan yang mempunyai status yang lebih tinggi biasanya:
v     Mempunyai teritori yang lebih besar.
v     melindungi teritori dengan lebih baik.
v     Melanggar teritori karyawan yang lebih rendah statusnya.[1]
      Aturan lain yang tidak dinyatakan tentang ruangan,digambarkan dikala dua orang sedang berdiri, berbicara bersama dalam umum. Mereka umumnya berdiri dalam suatu cara atau dalam sedemikian rupa,dimana mereka menganggap tanah mereka berdiri sebagai daerah bersama untuk sementara dan orang lain tidak akan melanggarnya. Jika dua orang langganan sedang berdiri dalam suatu pembicaraan di gang sempit, dan dalam anda menghampiri dan melewati mereka di gang itu, anda akan berusaha melewati kelompok yang berbicara itu dengan menundukkan kepala anda sebagai tanda anda melaluinya. Ika perlu untuk datang antara dua orang yang berada dalam pembicaraan, anda melakukannya dengan lebih dahulu meminta maaf, jika anda tidak melakukan itu, anda akan dianggap kasar dan kampungan.
dalam suatu pertemuan staff tidak jarang untuk seorang manager untuk memilih suatu tempat duduk yang menyatakan ststus yang lebih tinggi. Dan akan hampir selalu secara otomatis untuk mengambil suatu kursi yang di ujung yang berada di kepala meja. Jika pertemuan itu didam kantornya, dan dia tinggal di belakang mejanya denagan staffnya duduk di mukanya, ini adalah suatu contoh yang extrim dari penjagaan jarak seorang yang berkuasa dengan staffnya. (tentu saja beberapa kantor demikian kecilnya dan demikian sesaknya,sehingga tidak banyak pilihan untuk pengaturan tempat duduknya. Bagaimanapun manager juga harus sadar tentang bagaimana sikap-sikap itu di komunikasikan dan membuat sebaik mungkin pengaturannya pasilitas-fasilitas yang tersedia).
Kalau dua orang bersaingan,mereka akan duduk saling berhadapan; sedang jika mereka berharap untuk berkerja sama dengan mereka cendrung untuk duduk berdampingan. Untuk pembicaraan yang biasa mereka mungkin  duduk pada sudut-sudut yang sama. Ini juga Nampak dalam kebanyakan pertemuan-pertemuan dan perundingan,dikala mereka serupa sedang duduk saling menghadap satu sama lain melalui meja konferensi.[2]


B.     PROXIMITY
            Setiap budaya menpunyai ciri khas dalam mengkonseptualisasi ruang,baik di dalam rumah,di luar rumah,maupun ketika berhubungan dengan orang lain.
            Edward T.hall (antropolog),mengemukakan istilah proxemics sebagai bidang studi yang mengkaji persepsi manusia atas ruang (pribadi dan social), yaitu cara manusia menggunakan ruang dalam komunikasi. Beberapa ahli lainnya memperluas konsep proksemika ini dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi seperti iklim, percahayaan, dan kepadatan penduduk.[3]
Proximmiti adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua objek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territory atau zone.
Selain kedekatan territory , ada juga beberapa ahli yang melihat dari sudut ruang dan posisi, misalnya posisi meja dan tempat duduk. (1961) dalam bukunya leadership and group geography menemukan, bahwa para pemimpin yang duduk di depan meja segi empat persegi panjang, cendrung dipilih sebagai pimpinan kelompok,sedangkan Here dan Beles (1963) menemukan bahwa orang yang banyak bicara dalam rapat umumnya duduk pada posisi kursi yang lebih tinggi.
            Hal yang serupa juga ditemukan oleh Flor(1985) dalam risetnya,bahwa posisi meja para eksekutif pada suaut kantor senantiasa cendrung pada posisi sudut ruang dibandingkan dengan karyawan lainnya.[4]


C. RUANG PRIBADI VS RUANG PUBLIK
            Setiap orang, baik ia sadar ataupun tidak,memiliki ruang pribadi (personal space) imajiner yang ia bila dilanggar,akan membuatnya tidak nyaman. Kita selalu membawa ruang pribadi ini kemanapun kita pergi, juga ketika naik lift atau naik bus kota yang penuh sesak. Begitu masuk ke lift, sebagai konpensasi atas terlanggarnya ruang pribadi,kebanyakan orang berdiam kaku, berusahaa untuk tidak menyentuh orang lain, menghindari tatapan orang lain,menatap langit-langit, atau petunjuk diatas pintu lift, mereka baru kembali ke keadaan normal lagi begitu mereka keluar dari lifti.
            Untuk membuktikan lebih seksama bahwa setiap orang mempunyai ruang pribadi ini,bila anda laki-laki ,hampirlah seorang wanita yang tidak anda kenal (yang biasanya ruang pribadinya lebih besar daripada ruang pribadi orang yang anda kenal) sedekat mungkin dengan anda. Misalnya anda duduk tiba-tiba disampingnya di perpustakaan, padahal ruag yang ada cukup lapang, ia akan memberi reaksi, seperti bergeser kesamping,atau meletakkan  buku atau tas sebagai pembatas antara anda dan dia. Bila ia pindah ketempat lain, ikutilah dia dan duduklah di dekatnya seperti tadi. Kali ini mungkin ia agak sedikit cemberut,mengerutu, atau melototi anda,bila ia menjauh lagi, dekat lagi,. Kini mungkin ia membentak anda untuk tidak menganggunya. Atau dia kabur meninggalkan anda. (anda dapat juga melakukan hal tersebut terhadap seorang pria,dengan resiko anda akan dianggap homosexual).
            Ruang  pribadi kita identik dengan “wilayah tubuh” (body territory), satu dari empat kategori wilayah yang digunakan manusia berdasarkan persepektif lyman dan scott. ketiga wilayah lainnya adalah: wilayah  public (public territory), nyakni tempat yang secara bebas dimasuki dan ditinggalkan orang, dengan sedikit kekecualian (hanya boleh dimasuki oleh kalangan orang tertentu atau syarat tertentu); wilayah rumah (home territory), nyakni wilayah public yang bebas dimasuki dan digunakan orang yang mengakui memilikinya, misalnya bar homosexsual dan klub prifat dan wilayah interaksional (interaksional territory), nyakni tempat pertemuan yang memungkinkan semua orang berkomunikasi secara informal,seperti tempat pesta atau tempat cukur.
            Dalam berinteraksi sehari-hari di dalam rumah maupun di luar rumah, kita mengklaim wilayah pribadi kita, kelurga menetapkan siapa menempati kamar yang mana. kamar pribadi lazimnya adalah ruang paling pribadi, sementara ruang-ruang lainnya yang kurang pribadi berturut-turut adalah ruang tengah(keluarga), ruang tamu,teras,halaman dan jalan, bahkan saat makanpun,tidak jarang anggota keluarga, khususnya ayah,menempati kursi tertentu,biasanya dikepala meja,kebingungan bisa terjadi saat ada kerabat atau tamu yang tiba-tiba duduk di kursi kepala keluarga.
Saat kita kuliah atau belajar diperpustakaan, sering kita ,menaruk buku dimeja atau menaruk jaket di atas kursi,sebagai tanda bahwa meja dan kursi itu adalah”milik” kita. Kita bahkan dapat meniggalkan meja dan kursi tersebut untuk sementara,miasalnya kita pergia ke WC atau mengambil buku di rak. Jika seseorang telah memindahkan tas atau jaket kita tersebut, ketika kita kembali, dan menemukan tas dan jaket orang lain, kita menjadi marah karna ia telah mengambil walayah kita. Ketua jurusan atau pembantu dekan di universitas mengatur ruang kerja mereka agar kursi mereka dapat dikenali, dan kalau bisa tidak seorang pun duduk disana. Kita juga menggunakan pagar, memasang tanda “do not disturb”, “dilarang masuk,” “awas ada anjing galak,” “kecuali penghuni,” “bahkan jalan umum,” atau stiker mobil “bila anda dapat membaca ini, anda terlalu dekat,” untuk menunjukkan wiilayah kita.[5]
            Penelitian lain mengenai ruang pribadi berkenaan dengan  hubungan pengaturan ruang (unsur-unsur arsitektural, desain interior,tempat duduk dan sebagainya) dan perasaan manusia serta interaksi. Misalnya, diperkirakan bahwa para mahasiswa mulai menandai bangku tertentu didalam kelas sebagai ”bangku mereka”, paling cepat pada kuliah kedua. Meskipun anda tidak meminta kembali tempat duduk yang sedang diduduki orang lain karna anda sedikit terlambat,boleh jadi anda merasa jengel  melihat seseorang yang duduk dikursi itu. Didalam ruangan belajar perpustakaan kampus, mahasiswa cendrung untuk melindungi privacy-nya dengan duduk sejauh mungkin dari yang lainnya. Cara lain adalah dengan duduk berselonjor, memakai kursi didepannya untuk menopang kakinya. Bila mereka meniggalkan mejanya,mereka akan “menjaga” meja tempat itu dengan menggeletakkan buku dan kertas-kertasnya atau meninggalkan bajunya untuk menutupi sandaran kursi. Seberapa jauh anda mempertahankan ruang pribadi anda akan bergantung, tentu saja pada kepribadian dan gaya komunikasi anda. Bila anda duduk terlalu dekat kepada saya di perpustakaan, saya akan bangkit dan pindah. Tapi mari kita bertukar peran, anda mungkin anda melotot kepada saya dan bahkan membantingkan buku-buku serta kertas-kertas anda sehingga memenuhi sebagian besar meja.[6]


D. POSISI DUDUK DAN PENGATURAN RUANG

            Saat anda pertama kali memasuki ruang kuliah dan memilih kursi, anda harus memutuskan dimana anda akan duduk,di belakang, didepan, di tengah, posisi duduk yang anda putuskan, bila anda berpeluang untuk itu,boleh jadi akan ditafsirkan orang, termasuk dosen anda. Bila anda memilih duduk di depan, mungkin anda dianggap orang pandai, ingin memperoleh nilai yang baik, hangat, terbuka, atau mencari perhatian. Posisi di tengah diindentikkan dengan kerendahan hati, tidak ingin menonjol, sedangkan posisi dibelakang diasosiasikan dengan ketidakpedulian atau kebodohan.
            Setiap budaya mengkonsepsikan pola komunikasi diadik (dua orang yang) yang berlainan. Secara garis besar, orang barat senang berbicara berhadapan, sedangkan orang timur senang berbicara berdampingan membentuk siku-siku. Bagi orang timur, orang cina khususnya, mengesankan tidak nyaman dan konfrintatif. Sebabnya antara lain, karna orang timur ingin menjaga keselarasan (berkerja sama) dengan orang lain, sedangkan orang barat bersifat individualis dan suka tantangan. Dalam banyak budaya timur, pengaturan tempat duduk mencerminkan perbedaan status dan peran. Dikorea misalnya, tempat duduk disebelah kanan idi dalam mobil, kantor, atau rummah, dianggap tempat duduk terhormat. Di jepang, orang yang dihormati duduk disalah satu kepal meja yang berbentuk persegi panjang; pejabat berikutnya dikanan dan kiri posisi senior ini; dan posisi rendah duduk dekat pintu dan ujung meja yang berlawanan dengan tempat duduk orang yang paling berkuasa.
            Secara umum dapat dikatakan, semakin formal penataan ruangan, semakin formal pula komunikasi yang dikehendaki. Hubungan pembicara dengan pendengar dalam suatu kuliah, seminar, lokakarya atau pelatihan, juga beragantung pada furniture. Terdapat tiga pola dasar dalam pembelajaran dikelas,nyakni pola tradisional, pola sepatu-kuda, dan pola modular.pembicara yang menggunakan pola traditional, duduk atau berdiri di depan ruangan, apa lagi menggunakan mimbar,sementara pendengar duduk berjajar kebelakang, mengesan berkuasa, menjaga jarak, dan menggurui pendengarnya. Bila kursi dan meja diatur berbentuk sepatu-kuda ( U tau berbentuk setengah lingkaran), sementara pembicara berdiri atau duduk di tengahh-tengah kedua tepinya, maka jarak status ini mengesankan lebih sempit, dan komunikasi dua arah atau bahkan multi arah pun lebih lancar. Pola modular paling jarang digunakan, baru dilakukan bila pembicara menghendaki kerja sama kelompok.
            Pendataan ruang atau gedung mempengaruhi cara berkomunikasi. Anggota keluarga yang tinggal dilantai yang sama akan cendrung lebih akrab satu sama lain daripada mereka tinggal pada lantai yang berbeda. Status sosial atau tingkat kekuasaan seseorang tidak pelak mempengaruhi tipe rumah pribadi, ukuran ruang kerja,dan furniturenya, terutama dinegara-negara yang otoriter dan dalam  masyarakat yang feodalistik/paternalistic,semakin besar ruang kantor kerja seseorang, dan semakin tinggi kursinya, semakin tinggi pula statusnya.
            Pada zaman Orde Baru, statu Soeharto terlihat pada cara ia dan para menterinya duduk. Soeharto duduk dikursi dengan meja lebar yang juga melambangkan kekuasaanya,semantara para menteri duduk berjejer didepannya dengan khidmat, melaporkan perkembangan terakhir dan melaksanakan apapun “titah” sang presiden. Dalam komposisi seperti itu, tampa mengenal orang yang duduk sekalipun, kita tau siapa yang menjadi bos. Kekuasaan soeharto yang tampak paling “agung”  adalah ketika ia berdiri  khidmat diteras istana merdeka pada setiap upacara kemerdekaan Indonesia, 17 agustus, dihadapan puluhan ribu peserta upacara dihalaman istana, jauh sebelum itu, untuk menunjukkan kekuasaannya yang besar dan rasanya yang super keseluruh dunia, Hitler merncang suatu struktur yang massif. Tempat rapat umum Nurenberg itu luasnya 15 kali lebih luas lapangan sepakbola Amerika. Tribun berbicara di latarbelakangi 170 tiang  batu yang berjajar, setinggi 60 kaki dan dilengkapi 1.200 lampu sorot. Pesan nonverbal struktur fisik yang melemgkapi gemuruh hampir sejuta suara manusia itu memperteguh perasaan superioritas mereka.
            Dalam acara seremonial, orang-orang penting biasanya menempati kursi paling depan yang kualitasnya lebih baik daripada kursi-kursi dibelakangnya. Dalam jamuan formal yang diadakan suatu lembaga pemerintah (lembaga keprisidenan, kedutaan asing,dan sebagainya), penempatan orang pada kursi yang tepat lebih diperhatikan lagi: siapa punya status bagaimana dan duduk dimana. Kesalahan yang dilakukan dapat ditafsirkan sebagai pelanggar etiket yang serius. Pengalaman ekstrim dapat ditemukan dalam pengadilan. Hakim duduk di atas kursi yang tinggi, sementara yang terdakwa duduk di tengah ruangan, mengesankan betapa rendah statusnya. Saat pengadilan Nurdin Halid- mantan Direktur Puskut Hasanuddin Sulawesi selatan yang juga anggota DPR/MPR yang dituduh mengkoripsi dana Simpanan Wajib Khusus Petani (SWKP) cengkeh di Sulawesi selatan yang akhirnya dibebaskan maret 1999­‑di sulawesi selatan, protes masyarakat muncul ketika Nurdin duduk di samping pengacaranya, tidak ditengah ruangan sebagaimana lazimnya.[7]

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
komunikasi nonverbal dapat diperoleh melalui hubungan-hubungan komunikasi verbal dan nonverbal. Atau dengan kata lain komunikasi verbal lebih mudah diintepretasikan dengan melihat tanda-tanda nonverbal yang mengirimi komunikasi nonverbal tersebut.komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan menyangkal komunikasi verbal. Bila ada ketidaksejahteraan antara komuniksi nonverbal dengan verbal seseorang khususnya lebih percya pada nonverbal
DAFTAR PUSTAKA

Dr.arni Muhammad,komunikasi organisasi,bumi aksara,Jakarta:2007
Prof,Dr.H.Afiet.Cangara,pengantar ilmu komunikasi,raja grafindo persada,Jakarta:2008
Riswadi,ilmu komunikasi,Graha Ilmu,Jakarta:2009
James G.Robbin Dkk,komunikasi yang efektif,pedoman ilmu jaya,Jakarta:1995
Prof.dr.deddy mulyana,ilmu komunikasi,remaja persadakarya,Jakarta:2007
Stewart l. Tubs-Sylvia Moss,human komunikation,remaja rosda karya,bandung:1996


[1] Dr.arni Muhammad,komunikasi organisasi,bumi aksara,Jakarta:2007,hal,152-153
[2] James G.Robbin Dkk,komunikasi yang efektif,pedoman ilmu jaya,Jakarta:1995,hal,74-75
[3] Riswadi,ilmu komunikasi,Graha Ilmu,Jakarta:2009,hal,
[4] Prof,Dr.H.Afiet.Cangara,pengantar ilmu komunikasi,raja grafindo persada,jakarat:2008,hal,112-113
[5] Prof.dr.deddy mulyana,ilmu komunikasi,remaja persadakarya,Jakarta:2007,hal,406-407
[6] Stewart l. Tubs-Sylvia Moss,human komunikation,remaja rosda karya,bandung:1996,hal,123
[7] Ilmu komunikasi suatu komunikasi,hal,415-416