Senin, 27 Desember 2010

Komunikasi Nonverbal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Pengertian
            Dalam kamus besar bahasa indonesia diam memiliki tiga arti yaitu tidak bersuara (tidak berbicara) tidak berbuat (tidak berusaha apa-apa) dan tidak bergerak (tetap ditempat). Dan dalam diam seseorangpun diduga memiliki tiga maksud setuju, tidak setuju ataupun tidak perduli. Yang pasti apapun sikap kita itu pasti mengandung konsekuensi. Ada golongan orang tertentu,selalu bersikap diam dan pasif dalam kehidupan tak bisa terlihat jelas dalam raut wajahnya kesedihan atau kebahagian. Semua terlihat datar tertutupi oleh sikap diamnya, tapi ada juga golongan orang yang selalu ingin mengatakan apa saja yang terlintas di hati dan kepalanya, reaksi kesedihan atau kebahagian terlihat nyata bahkan disertai pernyataan tentang suasana hatinya. Ada juga diam yang memiliki unsur protes atau ketidak sukaan terhadap sesuatu misalnya seorang suami atau istri yang tidak menyukai sikap atau perbuatan pasangannya menanggapinya dengan sikap diam dan tentu saja diam yang seperti ini pada akhirnya akan membawa keburukkan buat hubungan mereka itu, apalagi diam yang disertai rasa amarah sungguh bukan hal yang bijaksana untuk dilakukan. Ada juga pernyataan lebih baik diam daripada terus bicara tetapi tanpa makna atau manfaat, akan tetapi bila kita diam melihat kemaksiatan, ketidakadilan,  kemunafikan, penindasan atau kemungkaran. Sesungguhnya itu adalah salah besar, artinya tak perduli atau cuek dan tak mau ambil pusing dengan keadaan lingkungan sekelilingnya, dan dapat dipastikan type insani seperti ini biasanya hanya menjadi duri dan benalu yang lebih memikirkan diri sendiri ketimbang hajat hidup orang banyak.
            Antara diam dan banyak bicara, tidak bisa dibilang salah satu lebih penting, atau masih relevan tidaknya. Yang lebih susah terkadang ialah bukan harus diam atau bicara nya, melainkan dapat mengetahui kapan harus diam dan kapan perlu berbicara. Terlalu banyak bicara (asal berkoar, tanpa dasar yang benar) sama negatifnya dengan selalu menutup mulut (padahal perlu untuk menyuarakan sesuatu yang benar).
            Kata orang-orang bijak, diam selalu mengandung berjuta makna. Bisa positif, tapi lebih sering negatif, entah marah, kecewa, atau putus asa. Diam biasanya adalah jalan terakhir untuk bersuara, ketika berkata tidak lagi bermakna. Banyak orang melabelisasikan kepada sesama-Nya, bahwa orang itu diam-diam sambuk artinya orang itu diam-diam menghanyutkan.

            Di dunia, bahwa renungan berasal dari kata renung artinya diam-diam memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Diam dengan diam membuat banyak orang salah tingkah, tetapi diam itu juga bisa dibilang “emas” tetapi kata “emas“nya itu artinya juga kadang nggak  tahu. Diam itu juga kadang berarti setuju misalnya jika seorang wanita dilamar karena malu mengatakan “iya” jadi hanya diam dan tertunduk.Tetapi “diam” juga bisa diartikan ketidaksetujuan seperti yang pernah saya liat di televisi yang lagi “demo”atas ketidakbijakan pemerintah seperti mogok bicara,makan dan sebagainya.Karena definisi diam itu tidak hanya mogok bicara tetapi tidak melakukan apapun itu bisa di sebut “diam” betul kan? “If you have nothing good to say, then say nothing” yah daripada banyak bicara mengumbar kejelekan lebih baik “Diam”. “Silent is the mother of truth~Benjamin D”
         Diam itu indah, bila sedang serius bekerja, dan ketika kita sedang sakit gigi atau sakit kepala. Diam memiliki makna yang lain ketika dalam keramaian dan satu orang berteriak sangat keras kata "diaaammm!!!", pasti spontan semua orang akan bertanya-tanya dan menghentikan semua pembicaraan. artinya yang sangat dalam...Tapi ada juga orang yang sering diledekin dan menjadi bahan cemoohan orang lain, yang mengatakan kata yang sama diaaammm!!!... bukanya pada diam tetapi semakin seru dan semakin menjadi-jadi keributan yang ada...dan masih ada jutaan makna dari kata diam... diam adalah emas; diam itu tidak tahu apa-apa; diam berarti mengiyakan; diam membisu karena bete; diam-diam mengamati; diam dalam kehampaan; diam karena perasaan rindu, dan lain-lain....Jadi apapun definisinya... hanya kita yang tahu, dan hanya kita yang dapat mengekspresikannya.

         Arti kata ‘Tenang’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain adalah:
Diam tidak berubah-ubah (diam tidak bergerak-gerak), Tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, aman, tenteram. Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.  Hati manusia merupakan bagian yang paling menarik bagi Tuhan karena dari hati akan mempengaruhi pikiran, dari pikiran akan mempengaruhi tindakan, tindakan yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan ini akan membentuk karakter, dan karakter ini akan menentukan masa depan kita. Oleh karena itu cara kita memelihara hati itu, sangat menentukan cara kita maju dalam perjalanan hidup. Perhatikan kata “diam” artinya tinggal selama-lamanya di dalam hati, pikiran, perkataan dan tindakan kita.

         DIAM. Artinya, ketika mengalami suatu kejadian yang menurut keyakinan anda, anda harus Sabar, maka lakukan DIAM. Dalam masyarakat ada berapa suku tertentu di Indonesia,  lebih banyak menurut dan lebih banyak diam artinya tidak suka neko-neko.

         Ada kalanya diamnya seseorang lebih kuat daripada jawaban. Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan berkuranglah pembicaraan. Sebab, perkataan akan tetap berada dibawah kendalimu selama engkau belum melontarkannya. Tetapi jika engkau telah melontarkan perkataan, engkaulah yang terbelenggu olehnya. Karenanya, simpanlah lisanmu sebagaimana engkau menyimpan emas. Adakalanya perkataan terasa nikmat, tetapi ia mengundang bencana. Artinya, diam seseorang lebih baik ketimbang perkataan yang tiada makna. Perkataan yang sudah terlanjur terlontar tidak akan bisa ditarik lagi, apalagi jika mengandung keburukan.                                                                                      


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Diam Sebagai Komunikasi

         Diam yang didefinisikan di sini adalah tidak adanya pembicaraan atau komunikasi nyata. Pada umumnya, diam sering diabaikan sebagai bentuk komunikasi dalam Perilaku Organisasi. Hal ini dikarenakan diam menggambarkan tidak adanya tindakan (inaction). Tapi, sesungguhnya diam dapat merupakan bentuk komunikasi yang kuat.

         Diam dapat berarti seseorang sedang berpikir atau merenungkan jawaban terhadap pertanyaan, dapat juga berarti seseorang sedang cemas atau takut untuk berbicara. Diam dapat mengisyaratkan kesepakatan, menolak, kecewa, atau marah. Diam dapat merupakan tanda bahwa seseorang merasa terganggu terhadap suatu kondisi, dapat pula mengisyaratkan rasa tidak senang dengan menjauhkan diri.

         Kegagalan dalam memberikan perhatian pada bagian DIAM dari percakapan dapat berakibat kehilangan bagian penting dari pesan. Komunikator yang cerdik memperhatikan kesenjangan, jeda, dan keragu-raguan. Mereka mendengarkan dan mengiterpretasikan sikap diam. Mereka memperlakukan jeda (diam) misalnya sebagai analog dengan lampu kuning yang berkelap-kelip di perempatan jalan dan memberi perhatian pada apa yang akan muncul berikutnya. Kadangkala pesan yang nyata dalam komunikasi terkubur dalam DIAM.

         Terkadang, dalam sebuah perdebatan kita merasa puas atau merasa menang ketika lawan bicara kita tak lagi melontarkan kata-kata terhadap kata-kata yang kita lontarkan kepadanya. Dan sesungguhnya itu bukan berarti menandakan bahwa perseteruan telah berakhir karena diam bukan berarti menandakan ketidakberdayaan seseorang, bukan pula selalu berarti tidak adanya komunikasi, melainkan ada banyak makna di dalamnya. Dalam diam terdapat strategi dan pemikiran yang tak terlihat. Oleh karena itu ada pepatah yang mengatakan "DIAM-DIAM MENGHANYUTKAN"
         Diam adalah emas. Diam dapat menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan seseorang dalam menghadapi perseteruan dalam sebuah komunikasi. Diam pun dapat merupakan sebuah bentuk penghinaan.

Mungkin sebagian dari kita ada yang tahu lagu jadul dari the tremeloes yang berjudul  Silence Is Golden (Diam adalah Emas). Bagi sebagian orang, lagu itu tampaknya mengandung kata-kata yang kontrorersial, tetapi lagu itu justru menunjukkan kekuatan diam ketika kita berkomunikasi. Amatullah Armstrong, seorang Sufi dari negeri kangguru, mengatakan bahwa musik Terindah baginya adalah keheningan malam saat dia berdo’a Kepada Allah.

         Lho kok bisa ya orang diam tak berkata-kata apa pun, tapi dianggap berkomunikasi? Ya, bagi para pakar komunikasi, diam termasuk dalam komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal adalah komunikasi selain lisan dan tulisan. Konon, 65% komunikasi yang dilakukan manusia adalah komunikasi non verbal. Sedangkan, komunikasi verbal yaitu komunikasi secara lisan, adalah sisannya.

         Contoh komunikasi Non verbal misalnya anda seorang wanita cantik yang sedang berjalan kaki disekitar para pria usil, para pria itu mncoba untuk menggoda anda dengan,Hai Cantik? namun, anda diam tak mengindahkan mereka. Sebetulnya, diam anda saat itu adalah komunikasi yang anda sampaikan bahwa Anda tidak suka dengan godaan mereka.

         Memang, terkadang diamnya seseorang menunjukkan seribu tanya dan penafsiran. jika seorang dosen bertanya kepada mahasiswanya kemudian dalam waktu yang cukup lama si mahasiswanya diam sebelum menjawab. Si mahasiswa dapat dianggap sedang berfikir untuk dapat menjawab secara akurat berpikir lambat, abnormal, sedang melamun, mempermainkan dosen tidak mengerti pertanyaannya, takut oleh dosen, pura-pura mikir dll.
           
         Contoh yang lain adalah ketika seorang ayah yang diam seribu bahasa ketika menyaksikan anak pertamanya lahir. Diamnya siayah bukan karena tidak dapat menerima kehadiran anaknya, tetapi karena terharu dan tidak bisa berkata apa-apa selain mengungkapkan kebahagiaan dengan air mata. Kata-kata apa pun tidak dapat mewakili ungkapan kebahagiaannya,sehingga hanya berdiam.

2.2.   Makna Diam Dalam Komunikasi Non Verbal
         Ada kebiasaan di masyarakat tertentu bahwa diam berarti setuju. Misalnya, seorang gadis ketika dilamar oleh seseorang hanya diam. Nah, orang-orang yang disekitarnya menafsirkan bahwa gadis itu menerima. Diam dalam ilmu komunikasi sesungguhnya orang tersebut juga berkomunikasi, sehingga dalam ilmu komunikasi disebutkan bahwa manusia itu tidak bisa tidak berkomunikasi. Diam saja pun juga berkomunikasi. Dalam proses komunikasi sehari-hari diam mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1) memberi kesempatan berpikir
            Seringkali diam berfungsi untuk memberikan waktu berpikir bagi seorang pembicara. Pembicara diam sesaat untuk berpikir apa yang sebaiknya dibicarakan berikutnya. Dalam rapat misalnya, semua peserta rapat diam. Diam disini dapat berfungsi sebagai memberi kesempatan berpikir kepada peserta rapat. Demikian pula ketika seseorang bertanya kepada seseorang akan diam sesaat sambil menunggu apa jawaban dari orang itu. Tentu saja disini yang bertanya diam untuk memberi kesempatan berpikir.
2) Menyakiti
            Diam juga bisa bertujuan untuk menyakiti seseorang. Banyak orang yang suka mendiamkan seseorang yang menjengkelkan. Misalnya dua orang yang bertengkar akan saling mendiamkan. Fungsi lain diam adalah menolak keberadaan dan peran seseorang di dalam suatu kelompok.

3) Mengisolasi diri 
            Kadangkala diam juga berfungsi sebagai tanggapan seseorang terhadap rasa takut, malu, atau cemas. Misalnya, seseorang merasa cemas dan malu di dalam suatu kelompok orang-orang.
4) Mencegah komunikasi
            Dengan diam dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk menolak membicarakan hal-hal tertentu. Contohnya, seseorang menolak membicarakan pribadi orang lain. Disamping itu diam juga berarti mencegah seseorang akan melakukan kesalahan atau berbicara salah.
5) Mengkomunikasikan perasaan
            Diam juga dapat dimaksudkan memberikan tanggapan-tanggapan emosional. Misalnya seseorang diam untuk menolak dominasi satu terhadap yang lain di dalam hubungan antar pribadi.
6) Tidak menyampaikan ssesuatupun
            Seringkali diam terjadi karena di sana tidak ada yang saling berbicara, atau seseorang memang sedang tidak ingin melakukan atau mengatakan apapun.
            Kadang kala diam juga dimaksudkan untuk menjaga perasaan orang lain. Misalnya seseorang mengatakan sesuatu yang kurang tepat, orang yang mendengarkan diam saja. Orang lain diam karena segan menyanggahnya, karena dapat menyakiti orang tersebut, atau dapat membuat hubungan selanjutnya menjadi kaku. Diam kadang juga mengekspresikan tidak percaya kepada pernyataan seseorang. Diam dapat juga mengekspresikan rasa diri tinggi. Misalnya, ia tidak perlu menanggapi pernyataan seseorang karena dinilai seseorang itu adalah seorang yang lebih rendah derajatnya (dalam anggapannya tentu saja). Diam dapat juga berarti mengejek atau meremehkan.

            Ya, ternyata diam itu banyak memberi informasi dalam komunikasi. Masalahnya, seringkali kita salah menginterpretasikan aksi diamnya seseorang. Dikira menerima, ternyata menolak. Dikira mengejek, nyatanya tidak mendengar.. ha…ha. Ayo, ada lagi nggak arti diam yang belum saya sebutkan. Ayo…, saya tunggu tambahannya.
2.3.   Menanggapi Makna Diam Dibudaya Timur Dan Barat
           
·        Diam di Timur
         Pandangan orang timur tentang diam berbeda dengan pandangan orang barat. Pada umumnya, orang timur tidak merasat tidak enak dengan diam. Pada umumnya, orang timur tidak merasa tidak enak dengan diam. Bahkan, banyak orang yang banyak bicara. Orang yang menganggap berbicara dapat menjadi sumber masalah. Orang yang banyak bicara banyak salahnya. Begitu katanya. Dengan diam, seseorang dapat memperolah kebaikan, keberaniaan, kesabaran, pencerahan.

            Di Indonesia ekspresi diam yang paling nyata ditunjukkan dalam upacara nyepi yang dilakukan umat Hindu di Bali sebagian usah untuk membersihkan seluruh alam beserta isinya dan meningkatkan hubungan akan keselarasan antara manusia dan tuhan, manusia dan manusia serta manusia dan lingkungannya. Diam menjadi bahan perenungan atau konlemplasi untuk evaluasi perbuatan di massa lalu dan berniat memperbaikinya pada masa yang akan dating.

            Di Jepang diam berarti penghormatan. Jika menghadapi pertanyaan, pertanda bahwa pertanyaan yang di ajukan cukup penting sehingga karenanya memerlukan pemikiran adalah dengan dim dulu sesaat.

            Dengan kata lain, menjawab sesuatu begipertanyaan tanpa ragu, adalah suatu penghinaan karena hal itu berarti pertanyaan tersebut. Begitu sederhana yang tidak memerlukan pemikiran, lebihgawat lagi jika pertanyaan langsung dijawab dan jawaban ternyata ternyata salah.


·        Diam Di Barat
         Bagi orang barat, diam dapat menjadi aib atau kurang disukai. Bahkan di Negara-negara Arab dan Yunani yang mementingkan interaksi social. Diam dianggap tidak menyenangkan. Bagi mereka, kebahagiaan terbesar adalah ketika bisa ngobrol dengan kawan-kawan mereka menanggap bahwa kebersamaan, percaakapan, bahkan kegaduhan adalah tanda kehidupan yang baik.

         Anda memilih diam atau tidakterkadang hal itu menjadi sebuah pilihan yang paling penting saat berkomunikasibaik verbal maupun non-verbal adalah bagaimana setiap apa yang kita sampaikantidak sampai menyakiti orang lain. Bagi yang terbiasa berkomunikasi pedas, jutek, ketus, cemberut dan lain-lain. Maka anda perlu latihan untuk dapat berinteraksi denganlebih sehat.

2.4.   Diam Itu Emas
         Mengapa engkau diam padahal engkau dimusuhi?”ucap Imam Syafi’i menirukan teguran teman-temannya. “Menanggapi suatu permusuhan”,jawabnya,”sama dengan melakukan kejahatan. Bersikap diam dalam menghadapi orang bodoh merupakan kebajikan. Sebab disalam sikap diam terdapat suatu upaya pemeliharaan kehormatan. Tidakkah engkau tahu bahwa harimau hutan itu ditakuti dan disegani karena ia berdiam diri? Bukankah anjing yang berkeliaran dijalan sering dilempari orang karena ia terlalu banyak menggonggong?”, karena itu imam syafi’i menganggap sikap diamnya sebagai suatu perniagaan, meskipun tak ada untungnya, tetapi paling tidak takkan pernah merugi.
         Jadi, diam itu emas, makna sesungguhnya ada disitu, yaitu berdiam diri untuk tidak terjebak melakukan kesalahan yang sama. Inilah yang dimaksud sebagai ‘mengalah untuk menang’.
         Tetapi bagaimana kalau orang diam saja terhadap kekeliruan dan kejahatan orang lain? Apakah diam dalam konteks ini dapat dibenarkan? Tentu tidak, orang yang salah harus ditegur dan diperbaiki, bukan sigembar-gemborkan dan dibesar-besarkan kesalahannya.
         Ibnu Mas’ud, ketika dibawa kehadapannya seseorang yang dituduh bergelimang dalam minuman keras, lantas ia menegaskan bahwa “Sesungguhnya kami telah dilarang oleh Nabi untuk mencari-cari kesalahan orang, tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyelewengan maka kami pasti akan menghukumnya”(HR. Abu Dawud)
         Itu berarti, makna berdiam diri disini pada hal-hal yang tidak mendatangkan kemaslahatan bagi orang banyak. Tetapi tidaklah dimaksudkan untuk diam dan tidak berbuat apa-apa pada saat kemunkaran terjadi, atau harga diri dan kehormatan sesorang terganggu.
         Berdiam diri dalam konteks ini tentu tidak boleh, karena pertanda kelemahan. Dikatakan sebagai kelemahan karena tidak mampu menegakkan kebenaran dan membela harga dirinya saat diserang secara tidak beradab. Bangkit dan membela kebenaran juga mempertahankan kebaikan adalah kewajiban asasi manusia.
2.5.   Mengapa Pilih Bicara Atau Diam?[1]
        
         “Suatu hari, Mary, ibu mertuaku, meminta waktu untuk berbicara dari hati ke hati. Sudah sebulan hubungan kami agak beku. Dengan kesungguhan, Mary menyatakan bahwa Chris, suamiku, adalah ‘pangerannya’. Chris begitu penting bagi Mary. Mengandung, membesarkan, membiayai, mendoakan, memimpikan setiap hari, itulah yang ada dibenak Mary tentang Chris. Kini  aku datang, sebagai menantunya. Dan Chris tampak sangat mencintaiku. Sungguh berat bagi Mary menerima realitas ini. Betapa Mary khawatir dia akan dilupakan buah hatinya. Dinomorduakan. Atau bahkan tidak didengar pendapatnya.  karena ada aku! Sekarang aku diam dan paham. Mengapa Mary begitu ’menjengkelkan’ selama ini” begitu penuturan Ratih.

         Melalui tulisan ini, saya tidak hendak mengajak anda memasuki romantika pengalaman Ratih maupun Mary. Namun saya ingin mengajak kita menganalisa mengenai keberanian Mary, sang mertua, dalam menyampaikan pendapatnya, dilihat dari konteks budaya. Mungkin kita kerap merasakan kesal ketika orang menunjukkan kesan kurang respek, menghindar, cemberut, membicarakan dibelakang atau sejenisnya. Rina, teman saya bilang, ”orang Jawa itu gitu, kalo ngak suka, ngak langsung bilang. Aku sebel banget deh.”

         Saya dengarkan dengan empati. Diam-diam ada rasa ingin mengajak dia membahas  hal yang dia ‘jengkelkan’ dari kajian budaya. Dengan geli, saya urungkan niat bahas teori itu. Khawatir dia marah, diajak berfikir toleran, sementara hatinya tengah  kesal pada kakaknya.

         Jadi, melalui tulisan ini, marilah kita ’have fun’ dengan keberagaman manusia. Memahaminya alasan pilihan individu dan tidak menjadi polisi atas garis batas standar yang kita yakini lebih baik.

         Seorang Edward T Hall (1976) dalam risetnya menyimpulkan bahwa ada komunitas yang cenderung menyampaikan pesan atau gagasannya dalam bentuk kata-kata langsung. Komunitas ini disebut berbudaya konteks rendah. Sebaliknya, ada komunitas yang cenderung menggunakan isyarat atau nonverbal, dibandingkan ungkapan kata-kata dalam menyampaikan pesannya. Kelompok ini disebut berbudaya konteks tinggi.

         Pilihan  penyampaian pesan konteks tinggi dan rendah memiliki latar belakang ’baiknya’.  Pada budaya kolektifis, dimana kekerabatan dianggap baik, penyampaian pesan yang menyinggung perasaan seseorang. Kata-kata langsung pada seseorang, mungkin akan menyisakan rasa tidak nyaman pada kakek, bibi, adik, dan saudara sepupunya.  Karenanya mereka cenderung tidak bicara langsung, atau memilih diam. Pada budaya individualis, gaya bicara berkonteks rendah cenderung diterima dan dihargai. Masing-masing bertanggung jawab pada diri sendiri.  Pembahasan antara dua orang cenderung tidak beresiko panjang pada perasaan kerabat lainnya. Jadi pilihan penggunaan bahasa, sesungguhnya merupakan upaya tanggung jawab dan proses analisa bijaksana dari seseorang yang terekam terus menerus, dan menjadi pola.

         Orang Indonesia dan China, cenderung menggunakan budaya berkonteks tinggi. Kata-kata umumnya tak terpisahkan dengan etika dan hubungan sosial. Untuk memahami suatu pernyataan, orang perlu mengerti arti dibalik itu, bahkan sejarahnya. Percakapan biasanya ditujukan untuk menjaga keharmonisan dan kesatuan.  Daripada sekedar memuaskan kebutuhan pembicara. Orang berbudaya konteks tinggi, biasanya ada pada masyarakat kolektifis. Mereka cenderung kurang banyak berargumen. Bila ada jawaban yang membuat orang senang, mereka menyampaikannya. Bila tidak menyenangkan, mereka memilih untuk tidak mengatakannya.

         Masih ingat stereotype tentang orang Jepang yang  menghindari kata ”tidak” ?  Tujuannya mulia, yaitu ’to safe face’ orang tersebut. Jadi mungkin sekali bahasa terasa ambiguitas atau bias. Budaya berkonteks tinggi, juga akrab dengan ”diam”. Masih ingat bagaimana ’diam atau senyum’ Presiden Soeharto yang kerap dimaknai beragam. Hanya ’orang dalam’ yang dapat memahami artinya.

         Orang Amerika Selatan dan Eropa (Perancis, Jerman, Inggris) cenderung berbudaya konteks rendah. Mereka biasa berbicara secara langsung, singkat dan elaboratif.  Bagi  orang berbudaya konteks rendah, fungsi utama bahasa adalah untuk mengekspresikan gagasan dan pemikiran secara jelas, logis dan sepersuasif mungkin. Pendengar dan pembicara adalah entitas yang berbeda. Pembicara menunjukkan individualitasnya untuk mempengaruhi yang lain. Sedemikian rupa kata-kata dibuat jelas, dan menghindari adanya bias. Pada kelompok berbudaya konteks rendah, diam, cenderung dihindari. Pembicara yang baik dan kompeten, diharapkan mengatakan apa yang mereka maksudkan dan bersungguh-sungguh. Bila tidak, orang tersebut dianggap tidak jujur atau tidak dapat dipercaya.

            Bukti hubungan antara individualis dan kolektifis dengan budaya berkonteks tinggi dan rendah, dapat dilihat pada penggunaan kata ”kami”, ”kita” atau ”saya”.  Orang individualis memilih kata ’saya’, karena tidak merasa mewakili pemikiran orang lain. Randy, teman saya,  menggerutu tentang penggunaan kata ’kami’ untuk menjelaskan ’saya’ dari orang Indonesia. Dengan logis, dia menghubungkan argumennya pada  kajian EYD yang baik dan benar. Memang betul analisa bahasanya. Tapi orang kolektifis, menyebut ’kami’ atau ’kita’ saat bicara, bukan karena tidak paham beda terminologi ’saya’ dan ’kami’.  Mereka memilih ’kami’ karena menurutnya,  pihak lain layak disertakan dalam tanggung jawab sosialnya. Rasa itu sangat kuat, hingga kadang penggunaannya rancu, bahkan terbawa hingga pernyataan yang seharusnya mewakili pikirannya sendiri.

         Memang tidak selalu orang Indonesia memilih kata ’kita’ atau ’kami’ dalam ungkapannya.  Pada komunitas yang akrab dengan suasana birokrasi, bapakisme, seperti institusi pemerintahan, atau kelompok tradisional, mereka lebih rajin memanfaatkan kata ’kami’ atau ’kita’ ketimbang pegawai perusahaan multinasional. Padahal sama-sama orang Indonesia. Jadi mereka yang hidup atau terespos dengan budaya konteks rendah, bisa jadi banyak menggunakan pilihan kata langsung dan implisit.

         Salah satu alasan yang disebut-sebut menjadi pemicu adanya kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dan mungkin dinegara-negara lain yang berbudaya serupa adalah karena adanya budaya berkonteks tinggi. Orang yang tidak mampu menyatakan perasaannya secara verbal, membuat dirinya frustasi dan menyalurkannya melalui kekerasan. Baik suami pada isteri atau anak, atau sebaliknya. Tampaknya disini budaya berkonteks rendah lebih sempurna. Namun bila kita nyaman dengan kehidupan kolektifis, resiko sosial akan suatu pernyataan yang eksplisit bisa jadi lebih tinggi.

         Apakah seseorang bergaya formal atau tidak formal dalam berbicara, juga bervariasi antarbudaya. Hal ini juga memungkinkan timbulnya kesalahpahaman. Di Jawa dan Sunda, kita tahu bahwa pemilihan kata dilatarbelakangi  oleh status sosial berbeda, tingkat keintiman berbeda termasuk pada acara sosial yang berbeda.  Orang Amerika mungkin akan melihat orang Jawa adalah orang yang kaku dan aneh.  Sementara orang Jawa bisa jadi melihat orang Amerika,  kasar, tidak tahu adat atau tidak sopan.

         Sebagai penutup saya ingin berbagi pengalaman seorang teman, Ria namanya. Suami Ria, John, suatu ketika mengangkat kaki ketika bersantai menonton televisi bersama keluarga. Meski posisi duduk John jauh dibelakang. Kelihatannya secara etika tidak mengganggu siapapun, namun Ria yang dibesarkan dalam tatakrama Jawa menak, merasa jengah kalau-kalau ayah-ibunya tersinggung. Malamnya Ria diam. John merasa ada sesuatu yang salah. Ria berkata ’tidak ada apa-apa’. Meski demikian, John masih yakin ada sesuatu yang tidak beres. Ria menjelaskan pada saya bahwa dia memilih untuk diam karena menjaga perasaan suaminya. Ria khawatir John malu bila tahu dia ’bersalah’ karena tidak sopan pada orang tuanya.

         Saya tidak tahu bagian mana yang dapat dikategorikan lebih sempurna. Bagi saya, semuanya bervisi indah. Namun bila berkenan saya bersaran, bagaimana bila kita melepaskan kotak kepastian dikepala kita, dan melihat konteks dimana kita berada. Dengan bijaksana memilih kata (verbal) dan non kata (nonverbal) yang tepat. Sesuai keadaan. Memang rasanya pilihan kita seharusnya jelas, yaitu menjadi manusia antarbudaya.
2.6.   Apa Makna Diam Itu?
         Apa yang dianjurkan kepada kita ketika mendapati orang sedang membaca Al-Qur’an ? ya, diam. Apakah diam yang dimaksud? Diam sambil sms-an? Diam memakai handsfree? Diam  sambil mengeliyepkan diri sampai tidur?

         Ya, ternyata yang dimaksud adalah diam memikirkannya, merenunginya, menelusuri kedalaman relung akal dan belantara hati untuk menemukan hikmah yang selama ini belum tersibak kita untuk menyadarinya.

         Lalu, samakah anjuran diam ketika mendengar bacaan Al-Quran dengan diam ketika kita dibuat marah oleh orang? Saya belum tahu jawabannya. Kali ini proses pencarian saya baru pada tahap memahami ternyata ada tingkatan diam menurut versi saya sendiri.
  
·              Diam tingkatan pertama : diam benar-benar diam
         Sekalipun diam dalam artian ini adalah diam benar-benar diam, tetapi ini tetaplah diam yang baik asal tidak dalam kondisi darurat, asal tidak dalam kondisi kita sebagai pemegang peranan kunci tunggal yang kalau kita tidak bergerak maka akibat buruk adalah kita penyebabnya.

            Diam pada tingkatan ini secara klinis dijelaskan sebagai aktivitas memberi waktu, agar stimulus yang diterima otak kita bisa sampai pada otak bagian belakang, yakni neokorteks. Tanpa diam memberi waktu, akan kurang baik akibatnya, karena sebelum stimulus sampai neokorteks otak sudah disuruh memberi respon, akibatnya yang akan memerintahkan adalah otak primitif (limbik sistem) kita. Maka, respon yang dihasilkan cenderung bersifat gegabah, tidak bijaksana.

·              Diam tingkatan kedua : diam karena berpikir
         Diam ini, saya belum tahu penjelasan klinisnya, yang jelas ini adalah aktivitas yang secara fisik (tindakan) diam tetapi secara quantum (pikiran) berputar, bergerak tiada henti. Diam tetapi memikirkan gagasan baru, diam tetapi memikirkan solusi untuk membantu menyelesaikan masalah, diam tetapi berkecamuk produktivitas di dunia yang tak kasat mata.
  
BAB II
PENUTUP
         Manusia di lahirkan ke dunia ini adalah sebagai makhluk sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya pasti akan berinteraksi. Interaksi itulah yang dimaksud komunikasi. Macam-macam komunikasi di bagi menjadi dua : Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan lambang kata- kata atau bahasa sebagai medianya baik secara lisan maupun tulisan komunikasi non verbal adalah pesan atau informasi yang tidak disampaikan melalui lisan maupun tulisan tetapi menggunakan gerakan tubuh.
Demikian makalah ini kami susun, semoga dengan ini kami harapkan kiranya bisa bermanfaat bagi kita semua. Semoga hidayah dan inayah Allah selalu menyertai kita dalam segala hal yang positif dan berlebih untuk kita sendiri. Amien
  
DAFTAR PUSTAKA


Effendy, Onong U. 1989, Kamus Komunikasi, Bandung, Mandar Maju

Riswandi, 2009. Ilmu Komunikasi. Jogyakarta ; Graha Ilmu

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya


http://start2010.blogdetik.com/index.php/2009/10/15/diam-itu-bukan-emas/
http://www.kpcmelaticenter.com/id/pernak-pernik-perkawinan-campuran/mengapa-pilih-bicara-atau-diam.html











[1] http://www.kpcmelaticenter.com/id/pernak-pernik-perkawinan-campuran/mengapa-pilih-bicara-atau-diam.html

Rabu, 22 Desember 2010

Peran komunikasi nonverbal dalam dakwah

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Pengertian Komunikasi Nonverbal dan Komunikasi Dakwah

            Yang dimaksud komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan tidak dengan menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menngunakan gerak tubuh, sikab tubuh,vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, expresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian disekeliling situasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan.dengan komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui espresi wajah dan nada atau kecepatan bicara. Misalnya seorang pemimpin berbicara dengan suara yang keras dan wajah yang merah padam,itu menandakan bahwa pimpanan tersebut sedang marah pada karyawaan tersebut.
             Tanda-tanda komunikasi nonverbal belumlah dapat diidentifikasikan seluruhnya tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa cara kita duduk, berdiri, berjalan, berpakaian, semuanya itu menyampaikan informasi pada orang lain. Tiap-tiap gerak yang kita buat dapat menyatakan asal kita, sikap kita, kesehatan, bahkan keadaan psikologis kita.misalnya gerakan-gerakan yang mengerutkan alis, mengigit bibir, menunjukkan dengan  jari, tangan dipinggang, melipat tangan bersilang didada ssemuanya mengandung arti tertentu.
Sedangkan komunkasi dakwah  Menurut Drs. H. Toto Tasmara dalam buku Komunikasi Dakwah secara sederhana memberikan pengertian komunikasi. Seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain dalam hal ini yang diajak berkomunikasi untuk dapat ikut berpartisipasi atau tindakan sama sesuai dengan tujuan, harapan atau isi pesan yang disampaikan. Dengan penekanan bahwa komunikasi berarti upaya untuk mengadakan persamaan atau commonness dengan orang lain dengan cara menyampaikan keterangan, berupa suatu gagasan ataupun sikap.
Dengan berkomunikasi sebenarnya mengharapkan atau bertujuan terjadinya perubahan sikap atau tingkah laku orang lain untuk memenuhi harapan sebagaimana pesan disampaikan. Perubahan sikap dan tingkah laku akibat dari proses komunikasi adalah perubahan sikap yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Dengan demikian apa yang disampaikan oleh komunikator pada komunikasi akan mempengaruhi sikat komunikan sejauh kemampuan komunikator dalam mempengaruhinya.
Agama bukanlah sesuatu yang bersifat subordinate terhadap kenyataan social-ekonomi, agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoritis bisa terlibat dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan social, oleh karenanya Mattulada dkk dalam buku Agama dan Perubahan Sosial mengungkapkan bahwa, Agama mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia. Sehingga ajaran agama akan mampu mendorong atau menahan proses perubahan social.
Secara umum kata dakwah yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti seruan, ajakan, panggilan. Sama halnya dengan para ahli dibidang ilmu dakwah, Jalaluddin Rakhmat juga sepakat bahwa juru dakwah atau orang yang menyampaikan (tabligh) pesan dakwah disebut dalam ilmu komunikasi sebagai komunikator atau orang yang menyampaikan pesan kepada pihak komunikan. dilihat dari bahasa kata dakwah atau tabligh mengandung arti proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Jalaludin Rakhmat sepanjang karyanya tidak pernah mengaitkan kata komunikasi dan dakwah secara beriringan. Komunikasi oleh jalal digolongkan sebagai keilmuan yang bersifat lebih umum, sedangkan istilah dakwah hanya beberapa kali jalal sampaikan dalam tulisannya. Meski Jalaludin Rakhmat tidak pernah mengaitkan kata dakwah dengan kata komunikasi tetapi dalam menampilkan pengertian serta tujuan yang hendak di capai dalam karya-karya Jalaluddin Rakhmat selalu menampilkan kesamaan.
Secara umum komunikasi memiliki kecenderungan menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya lebih umum, baik tentang informasi yang sifatnya ilmiah ataupun yang lainnya. Komunikasi sendiri memiliki banyak keterkaitan dengan keilmuan-keilmuan umum seperti psikologi, serta ilmu-ilmu social lainnya. Kecenderungan umum keilmuan komunikasi pada dasarnya dilatar belakangi oleh sifat komunikasi yang bisa masuk dalam setiap keilmuan serta kebutuhan keilmuan-keilmuan lain tersebut dengan pengetahuan komunikasi.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
A.  Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
  1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
  2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
  3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
  4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
  5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
Ø      Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
Ø      Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
Ø      Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
Ø      Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
Ø      Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
Ø       Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).[1]
B. Tujuan komunikasi non verbal
1. Menyediakan/memberikan informasi.
2. Mengatur alur suara percakapan.
3. Mengekspresikan emosi.
4. Memberikan sifat, melengkapi, menentang, atau mengembangkan  pesan-pesan verbal.
5. Mengendalikan atau mempengaruhi orang lain
6. Mempermudah tugas-tugas khusus misalnya mengajari suatu permainan olah raga tertentu.[2]

2. Komunikasi Dakwah
Menurut Drs. H. Toto Tasmara dalam buku Komunikasi Dakwah secara sederhana memberikan pengertian komunikasi. Seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain dalam hal ini yang diajak berkomunikasi untuk dapat ikut berpartisipasi atau tindakan sama sesuai dengan tujuan, harapan atau isi pesan yang disampaikan. Dengan penekanan bahwa komunikasi berarti upaya untuk mengadakan persamaan atau commonness dengan orang lain dengan cara menyampaikan keterangan, berupa suatu gagasan ataupun sikap.
Dengan berkomunikasi sebenarnya mengharapkan atau bertujuan terjadinya perubahan sikap atau tingkah laku orang lain untuk memenuhi harapan sebagaimana pesan disampaikan. Perubahan sikap dan tingkah laku akibat dari proses komunikasi adalah perubahan sikap yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Dengan demikian apa yang disampaikan oleh komunikator pada komunikasi akan mempengaruhi sikat komunikan sejauh kemampuan komunikator dalam mempengaruhinya.
Agama bukanlah sesuatu yang bersifat subordinate terhadap kenyataan social-ekonomi, agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoritis bisa terlibat dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan social, oleh karenanya Mattulada dkk dalam buku Agama dan Perubahan Sosial mengungkapkan bahwa, Agama mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia. Sehingga ajaran agama akan mampu mendorong atau menahan proses perubahan social.
Secara umum kata dakwah yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti seruan, ajakan, panggilan. Sama halnya dengan para ahli dibidang ilmu dakwah, Jalaluddin Rakhmat juga sepakat bahwa juru dakwah atau orang yang menyampaikan (tabligh) pesan dakwah disebut dalam ilmu komunikasi sebagai komunikator atau orang yang menyampaikan pesan kepada pihak komunikan.
Dilihat dari bahasa kata dakwah atau tabligh mengandung arti proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Jalaludin Rakhmat sepanjang karyanya tidak pernah mengaitkan kata komunikasi dan dakwah secara beriringan. Komunikasi oleh jalal digolongkan sebagai keilmuan yang bersifat lebih umum, sedangkan istilah dakwah hanya beberapa kali jalal sampaikan dalam tulisannya. Meski Jalaludin Rakhmat tidak pernah mengaitkan kata dakwah dengan kata komunikasi tetapi dalam menampilkan pengertian serta tujuan yang hendak di capai dalam karya-karya Jalaluddin Rakhmat selalu menampilkan kesamaan.
Secara umum komunikasi memiliki kecenderungan menyampaikan pesan-pesan yang sifatnya lebih umum, baik tentang informasi yang sifatnya ilmiah ataupun yang lainnya. Komunikasi sendiri memiliki banyak keterkaitan dengan keilmuan-keilmuan umum seperti psikologi, serta ilmu-ilmu social lainnya. Kecenderungan umum keilmuan komunikasi pada dasarnya dilatar belakangi oleh sifat komunikasi yang bisa masuk dalam setiap keilmuan serta kebutuhan keilmuan-keilmuan lain tersebut dengan pengetahuan komunikasi.
A.     Hubungnan proses Komunikasi Dengan Penyampaian Pesan Dakwah
Proses penyampaian pesan dakwah berkaitan erat dengan proses komunikasi. Sebagai ahli dibidang komunikasi dan praktisi dakwah, Jalaluddin Rakhmat memandang kemajuan dibidang ilmu moderen harus disambut oleh para juru dakwah dalam mengembangkan Islam. Dalam proses penyampaian pesan dakwah melalui media baik cetak maupun elektronik, seorang juru dakwah harus mampu menyesuaikan kedudukannnya sebagai komunikator yang berhadapan dengan sekian banyak audiens dan dengan latar belakang pendidikan, usia, profesi yang berbeda.
Dalam penyampaian pesan dakwah secara lisan atau langsuang, juru dakwah akan berhadapan dengan kelompok audiens yang mempunyai kecenderungan sama. Sehingga para juru dakwah dapat menampilkan penyampaian pesan dakwah yang sesuai dengan kebutuhan.
Baik penyampaian dakwah secara langsung atau tidak langsuang, jelas mempunyai perhubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan proses komunikasi mengingat komunikasi mempunyai sifat baik secara langsung atau tidak langsunag.
B.  Tujuan Komunikasi Dakwah
Tujuan dakwah ataupun tujuan komunikasi memiliki kesamaan, komunikasi dan dakwah memiliki tujuan untuk merubah prilaku orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang sedang menerima dakwah agar mengikuti seruan atau ajakan yang disampaikan. Jalal hanya tidak pernah menyampaikan komunikasi yang dikaitkan dengan dakwah, namun dalam pengertian-pengertian yang diuraikan dalam memahami semua unsur dan kegiatan komunikasi mempunya kesamaan dengan semua unsur dan kegiatan dalam hal dakwah.
Baik tujuan dari komunikasi ataupun tujuan dari dakwah adalah proses dimana seseorang menghendaki adanya perubahan sikap dan tingkah laku orang atau objek komunikasi atau dakwah sesuai dengan harapan si pelaku. Dengan demikian tujuan komunikasi dan dakwah hanya dibedakan pada sudut pandang keilmuan umum dan agama saja.
Tujuan yang hendak dicapai dari komunikasi dakwah itu sendiri memiliki tiga dimensi. Pertama, tujuan awal dimana tujuan daru proses komunikasi dakwah itu adalah terjadinya perubahan pemikiran, sikap dan prilaku dari komunikan. Kedua, tujuan sementara dimana tujuan ini hanya dipokoskan pada perubahan kehidupan selama di dunia saja. Adapun yang hendak dicapai dari tujuan komunikasi dakwah itu sendiri mencakup dua tujuan diatas sampai pada tujuan akhir dimana adanya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
C.  Karakteristik Komunikasi Non Verbal Dalam Dakwah
Baik komunikasi atau dakwah keduanya dilakuakan baik secara langsung ataupun tidak langsuang. Dalam proses secara langsung komunikasi ataupun dakwah dapat dilakukan melalui dua cara yaitu verbal dan non verbal. Dalam penyampaian pesan verbal komunikasi atau dakwah itu bisa bersifat satu arah ataupun dua arah. Dalam komunikasi atau dakwah non verbal kegiatan ini bisa dilakukan memalui berbagai kegiatan atau iklan-iklan yang tujuannya perubahan sikap dan tingkah laku.
Dalam menyampaikan pesan dakwahnya Jalaluddin telah menggunakan bentuk penyampaian pesan dakwah.non verbal, yaitu pesan dakwah yang disampaikan melalui tulisan. Dalam melakukan pendekatan kepada audiennys Jalal menggunkan beberapa pendekatan. Yaitu, persuasive dan koersif.
Adapun sifat dari pesan dakwah yang disampaikan oleh Jalal adalah Qaulan sadidan (perkataan yang benar), qawlan balighan (perkataan, sampai), Qawlan maysura, Qawlan layyinan, Qawlan ma’rufan. Kata kunci ini yang menjadikan dasar kesamaan pemikiran Jalaluddin Rakhat baik dalm bidang komunikasi ataupun dalm bidang dakwahnya.
Perubahan tingkah laku akibat proses dari komunikasi atau dakwah tersebut adalah respon dari objek. Respon yang ditanggapi secara positif akan melahirkan tingkah laku atau sikap sesuai dengan yang direncanakan oleh komunikator ataupun da’i. adapun respon negative adalah proses perlawanan sikap komunikan atau mad’u terhadap tujuan yang akan dicapai. Secara sederhana respon merupakan proses reaksi dari aksi yang disampaikan oleh seseorang yang dilakukan baik secara sadar atau tidak sadar.
Karakteristik dari Jalaluddin Rakhmat sendiri bisa menjadikan karya-karya serta pemikirannya mudah diterima dan diikuti oleh orang lain. Gaya penulisan yang tersendiri jalal menjadikan karyanya menjadi sesuatu yang mudah dikonsumsi orang tanpa memerlukan pemikiran yang tinggi. Dengan demikian pemikiran jalal bisa difahami pada setiap tingkatan.
D.    Bentuk-bentuk Komunikasi Non Verbal Dalam Dakwah
Sebagaimana diuraikan diatas, adanya komunikasi verbal dan non verbal, telah menghantarkan Jalalluddin Rakhmat menjadi seorang cendikiawan muslim yang pemikirannya mudah diterima pada semua golongan. Baik intelektual, pilotisi, akademisi, aktifis sampai pada jamaah pengajian. Selain itu karya-karya Jalal mudah difahami oleh setiap pembacanya, hal ini menunjukkan kedalaman Jalal serta kemampuan dalam penerapan keilmuan komunikasi dan pemahaman agama yang dimiliki.
Bentuk dari komunikasi dakwah yang dilakukan oleh Jalaluddin Rakhmat antara lain ; intra personal, Jalal mampu menerapkan apa yang disampaikan pada proses komunikasi dakwah kedalam aktifitas kehidupan sehari-harinya; inter personal, Jalal mampu berkomunikasi dengan orang-orang disekelilingnya melalui pendekatan psikologi yang dimilikinya serta kematangan dalam bidang komunikasi dakwah; komunikasi kelompok, baik secara langsung yaitu berhadapan dengan audien pada saat mengisi forum ilmiah atau pengajian ataupun secara tidak langsung melalui tulisan atau media televise dapat dilakukan oleh Jalal; komunikasi massa dalam pemikiran Jalaluddin Rakhmat dituangkan dalam buku Psikologi Komunikasi.
Buku ini termasuk kategori the best seller. Pasalnya sampai sekarang ini sudah dicetak ulang 16 kali dengan 2 kali revisi, bahkan pihak penerbit sudah minta revisi yang ketiga kalinya guna cetak ulang yang ke 17. penilis ingin mengajak para pembaca untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan sesama manusia. Karena berdasarkan penelitian, sebagian besar ( sekitar 70 % ) waktu bangun dalam hidup kita ini digunakan untuk komunikasi. Dengan memahami sisi psikologis seseorang dan massa. Kita sanggup membuka “topeng” dan menjawab pertanyaan “mengapa”. Psikologi melihat komunikasi sebagi perilaku manusiawi, menarik, melibatkan siapa saja dan dimana saja dan kapan saja.
E.     Komunikasi Efektif Dalam Dakwah
Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang tepat dan cermat dalam menyampaikan pesan atau informasi sesuai sasaran, sehingga adanya kesesuaian pemahaman antara komunikator dan komunikan. Menurut Pitfield, komunikasi yang efektif berarti bahwa maksud dan tujuan yang terkandung dalam komunikasi yang disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat dimengerti oleh kedua pihak. Komunikasi efektif bisa terjalin apabila kita sebagai pelaku komunikasi tersebut senantiasa menggunakan kalimat efektif dalam penyampaian informasi tersebut. Sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat mewakili secar tepat isi pikiran komunikator. Kalimat efektif merupakan kalimat yang disusun secara singkat tetapi mempunyai daya informatif secara tepat.
Ada beberapa ciri dari komunikasi efektif tersebut, di antaranya :
Ø      penerangan ringkas yang cukup dari penerima. Artinya, komunikator harus menyadari bahwa pesan tersebut harus mudah diterima dan dimengerti oleh komunikan.
Ø      Penggunaan bahasa yang sesuai. Artinya bahasa yang dipilih harus koheren, logis, dan mudah dicerna serta dipahami.
Ø      Adanya kejelasan makna.
Ø      Penggunaan media komunikasi yang tepat.

Komunikasi efektif sangat penting dilakukan dalam dunia dakwah. Kadang-kadang dakwah yang dilakukan secara qauli dalam prakteknya tujuan yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini dikarenakan belum terciptanya komunikasi yang efektif. Sehingga pesan yang tersampaikan tidak fiix dan tidak sesuai dari tujuan semula. Banyak mubaligh profesional yang berdakwah dengan menggunakan cara atau metode yang unik. Contohnya, K.H Jujun Junaedi yang berdakwah denganmenyisipkan joke-joke menarik dan sisipan musik yang bisa menarik perhatian para mustami. Dari demikian tidak salah digunakan, namun kadang-kadang pesan yang disampaikan dalam berdakwah tersebut kapasitasnya lebih banyak banyolannya kitimbang materi pokok bahasan dakwah tersebut., artinya esensi dakwah tidak final dilakukan.

Bertitiktolak dari firman Allah dalam Q.S An-Nahl ayat 125 :
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya : serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl ayat 125)
Apabila kita korelasikan merupakan ayat yang menunjukkan perintah berdakwah secara efektif. Artinya dlam ayat tersebut ada tiga metode yang diperintahkan Allah dalam berdakwah, yaitu Hikmah, Mauidzah Hasanah, dan Mujadalah.[3]
F.      Jenis – jenis Komunikasi Non Verbal DalamDakwah
a.      Ekspresi wajah  
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b.      Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi  atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan  bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata  juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
c.       Sentuhan  adalah bentuk komunikasi personal  mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan  seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang  atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d.      Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang da’i berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e.      Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan  juga salah satu ungkapan  perasaan  dan pikiran  seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi  non verbal lainnya  sampai desis  atau suara  dapat menjadi pesan yang sangat  jelas.
f.        Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi  seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan  selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan  stress  bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress[4]
g.      Diam, diam juga termaksud dalam salah satu komunikasi non verbal, dimana jika seorang da’i menghadapi masalah, dan berbicara diperkirakan akan menimbulkan antipati, maka da’i lebih baik mengambil sikap diam.
Dalam agama islam memuji dan menganjurkan sikap diam. Rasulullah Saw. Bersabda :



Artinya : Barangsiapa diam niscaya selamat.(H.R. At-Tirmudzi)

Diam diperlukan dalam empat situasi :

1.      Menghindari konfrontasi

Dapat  kita mengambil contoh, pada massa Rasulullah Saw, ketika beliau menerima perintah dari Allah Swt :
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
Artinya : “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat…. (asy-Syu’ara : 214)

Ketika itu beliau mengundang  anggota keluarganya untuk makan bersama-sama di rumah beliau. Yang hadir ada kira-kira 40 orang, diantaranya paman beliau, Abu lahab. Usai acara, Rasulullah Saw. Bersiap-siap hendak menyampaikan risalahnya. Akan tetapi, Abu lahab memotong terlebih dahulu. Dengan nafsu amarah berapi-api dan dengan gerakan tangan yang mengancam, beliau mengkonfrontasikan Muhammad Saw. Dengan para anggota keluarga yang hadir, seperti menghadapkan seorang yang tertangkap kehadapan pengadilan sebagai terdakwa. Akan tetapi Nabi Muhammad sebagai tuan rumah mampu mengendalikan diri serta menjaga martabatnya pada saat itu dengan tidak membalas dan bersikap diam.
Akan tetapi suasana simpatik dengan sikap beliau yang diam itu tidak di biarkan berlalu begitu saja oleh Rasulullah. Beberapa hari kemudian, beliau mengundang bibi-bibinya dan para pamannya  dan tak ketinggalan Abu lahab. Selesai makan, segera bangun dan angkat bicara. Seketika itu beliau mendapat dukungan dari pamannya Abu Thalib. Dalam cerita ini kita dapat menggambil kesimpulan, dimana kita mesti mulai bicara dalam dakwah dan dimana kita perlu diam. Diamnya Nabi bukan karena tidak mampu membalas, akan tetapi untuk menghin dari konfrontasi sebagai pembawa risalah.

2.      Disaat perkataan sudah tidak efektif
Kata-kata bukanlah segalanya dalam berdakwah. Suatu saat kata tidak bias membawa solusi. Ketika da’i menemukan suasana dimana mad’u tidak lagi percaya dengan kata-kata yang terucap, maka da’i lebih baik memilih diam.
Dalam suasana kekecewaan yang mendalam karena niat malaksanakan umrah tahaun keenam Hijrah tidak kesampaian akibat tersandung oleh perjanjian Hudaibiyah, akhirnya kata-kata Rasulullah pernah tudak efektif di mata para sahabatnya.
“Nabi SAW. datang kepada sahabatnya dan bersabda; “bergeraklah! Sembilah ternak qurban kalian, kemudian bercukurlah!”. Rasulullah mengulangi ini sampai 3 kali, tetapi tidak ada seorangpun diantara mereka yang bangkit menyambutnya. Kemudian beliau masuk kedalam kemahnya dan menceritakan kejadian itu kepada istrinya ummu salamah. Dan ummu salamah dengan bijak berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin supaya mereka melaksanakan perintah itu ? keluarlah tetapih jangan berbicara sepatah kata pun dengan salah seorang diantara mereka, sembelihlah ternak qurban anda sendiri, lalu panggillah tukang cukur anda dan bercukurlah.” Rasulullah mengikuti petunjuk istrinya, ketika kaum muslimin melihat perbuatan Rasulullah, meraka segera bergerak beramai-ramai menyembelih ternaknya masing-masing dan saling bergantian bercukur.

3.      Dalam rangka menyusun taktik dan strategi
Diam dalam bentuk ini kerap sekali terjadi baik pada para pembesar Negara, pemimpin masyarakat, pengasuh kepada yang diasuh nya, dan seorang suami kepada istri dan anak nya. Diam menyusun taktik dan strategi yang terjadi pada seorang pembesar Negara contohnya seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad ketika terjadi “serangan” yang dilancarkan oleh pamannya abu Lahab. Dengan metode diam dan menyusun taktik dan strategi maka Nabi SAW terhidar dari konfrontasi yang dilancarkan pamannya dan akhirnya beliau dapat menyampaikan Risalah Islam kepada keluarganya.
4. Diam dalam arti bahasa perbuatan
Dakwah tidak harus selalu dengan kata-kata. Betapa banyak permasalahan ternyata diselesaikan bukan dengan kata-kata tetapi dengan teladan. Perbuatan Da’I adalah salah satu bentuk dakwah. Orang sering menyebut diam keempat ini dakwah Bilhal.[5]

G. Proses Komunikasi Non Verbal Dalam Dakwah
Telah mengambil keputusan tentang program dakwah bi al-hal. Salah satu rumusannya di sebut bahwa tujuan dakwah bi al-hal antara lain, untuk meningkatkan harkat dan matabat umat, terutama kaum dhu’afa atau kaum berpengasilan rendah. Begitu juga halnya dengan Quraish Shihab, dalam bukunya “Membumikan Al-qur’an” beliau menyarankan agar pada masa sekarang ini gerakan dakwah yang harus segera digalakkan adalah dakwah bi al-hal atau dakwah pembangunan.
Realitas konsep dakwah model ini  kurang begitu menjadi pijakan bagi gerakan-gerakan dakwah yang di lakukan oleh lembaga maupun organisasi dakwah islamiah. Kalaupun ada gerakan belum begitu massif dan radikal serta belum menyentuh tatanan social masyarakat yang membetuhkan. Dakwah yang dilakukan sifatnya masih menonton bahkan bias dikatakan sudah mlenceng dari apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Sebagaimana yang dikatakan oleh munir mulkhan bahwa dakwah yang selama ini terlalu sibuk mengurusi Tuhan, bukan mansusia. Akibatnya dakwah gagal mengembangkan daya rasioanal dan sikap empiris, kecuali memaksa orang dan dunia social menyesuaikan doktrin dan mengancam memasukkan dalam neraka.
Berangkat dari wawancara diataslah dalam tulisan ini akan sedikit diulas hal ihwal tentang dakwah  bi al-hal, baik dari konsep maupun keefektifannya dalam masa kini ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan social. Seperti pengangguran, kemiskinan, dan sebagainya.

Contoh dari komunikasi non verbal dalam proses dakwah :
INPUT
THRUPUT
OUT PUT
ð     Da’i
Ø      Motivasi
Ø      Pengalaman
Ø      Humor

( Proses Penyampaian )
ð    Kognitif
ð    Konatif
ð    Emosi
Gejala :
Ø    Mengenal
Ø    Hasrat
Ø    Perasaan
( Proses Penerimaan )


ð     Perubahan
ð     Sikap / mental
ð     Kepribadian


( Proses Perubahan )
Da’i dapat melakukannya dengan cara lebih banyak berbuat dari pada berkata. Disaat seseorang melakukan kebaikan maka dia berperan menyampaikan sesuatu yang baik kepada orang lain untuk menjadi lebih baik lagi. Nah, jiak seorang berprilaku, berkata-kata, dan berpakaian yang baik maka orang tersebut secara tidak langsung dan tidak sadar sudah melaksanakan dakwah. Apalagi jika orang lain terpengaruh dan mengikuti perbuatan baiknya maka dakwah yang dia lakukannya itu berhasil.[6]
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses komunikasi non verbal dalam dakwah ini adalah merupakan komunikasi yang bisa memberikan kesan makna yang mendalam bagi para pendengarnya. Artinya, pesan yang terkandung dalam komunikasi tersebut mudah untuk dicerna dan disampaikan.
Salah satu ragam komunikasi non verbal dalam dakwah yang paling penting untuk kita ketahui  ialah komunikasi tubuh. Karena komunikasi tubuh merupakan komunikasi yang tepat dan cermat dalam proses komunikasi non verbal untuk penyampaian suatu informasi. Selain itu, komunikasi non verbal dapat diperoleh melalui hubungan-hubungan komunikasi verbal. Atau dengan kata lain komunikasi verbal lebih mudah diintepretasikan dengan melihat tanda-tanda non verbal yang mengirimi komunikasi non verbal tersebut.komunikasi non verbal dapat memperkuat dan menyangkal komunikasi verbal. Bila ada ketidak sejahteraan antara komuniksi non verbal dengan verbal seseorang khususnya lebih percya pada non verbal.
B.  Saran
Sebagai manusia biasa, pemakalah menyadari bahwa paper ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangaun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan paper ini.
Sebagai saran pemakalah, seyogiannya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini alangkah lebih baiknya jikalau terdapat laboratorium bahasa Indonesia, untuk meningkatkan prestasi dan pengetahuan kita dalam bidang bahasa. Tidak hanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, melainkan juga bahasa yang lainnya sebagai manusia yang mampu berkompetisi di era yang global ini. Apalagi kita yang tercatat sebagai mahasiswa dakwah dan komunikasi, tentunya hal-hal yang menyangkut kebahasaan penting untuk dipelajari bahkan dikuasai.
DAFTAR ISI
Rakhmat, Jalaluddin. 1994Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy . 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suparta, M.A, Drs. H. Munzier. 2003. Metode dakwah. Jakarta: Kencana.
H.S. Prodjokusumo. 1997. ”Dakwah bi al-Hal Sekilas Pandang”, dalam tuntunan tablig 1, Yogyakarta:Pustaka Suara Muhammadiyah




[1] Jalaludin Rakhamat, Psikologi Komunikasi, ( Bandung : Remaja Rosdakarya. 1994 )
[2] http://akhmadfarhan.wordpress.com/2008/12/04/komunikasi-nonverbal
[4] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005 )
[5] Drs. H. Munzier Suparta, M.A, Metode dakwah, ( Jakarta: Kencana, 2003) cet.1 hal 118-123.
[6] H.S. Prodjokusumo,”Dakwah bi al-Hal Sekilas Pandang”, dalam tuntunan tablig 1, ( Yogyakarta:Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997 ) hal.221